Thursday, November 8, 2012

Ilham




Kisah ini terinspirasi dari BM (Broadcast Message) yang pernah gue terima dulu. Cerita ini pengembangan dari BM yang tidak begitu panjang tersebut, mungkin diantara kalian pernah ada yang membaca alur cerita ini dan semoga cerita ini membawa manfaat untuk kalian semua agar mensyukuri apa yang kalian miliki saat ini.

---------------------------


taken from google.com

Ini kisah seorang ibu bernama Bu Minah yang memiliki cacat pada mata kirinya, mata kirinya sudah tidak ada lagi sejak anaknya masih kecil. Dia adalah seorang single fighter. Single fighter adalah sebutan untuk orang tua yang berjuang sendirian menghidupi keluarganya. Ya, Bu Minah ini berjuang sendirian karena sang suami meninggal saat mereka di karuniai seorang anak yang diberi nama Ilham. Ilham adalah anak yang cerdas, di bangku sekolah dia selalu membanggakan Bu Minah. Bu Minah sangat menyayangi Ilham lebih dari apapun, begitu juga Ilham yang sangat menyayangi ibunya.

Bu Minah bekerja sebagai petani di sebuah desa di Jawa Tengah, dia menanam padi dan penghasilannya memang tidak seberapa. Tetapi usahanya untuk menghidupi dan menyekolahkan Ilham sangat besar.

Ilham tumbuh dewasa di desa dan menjadi anak teladan dengan kepintarannya, karena prestasinya tersebut dia mendapatkan beasiswa untuk kuliah di sebuah Universitas Negeri ternama di Jakarta. Dengan berat hati Bu Minah melepaskan anaknya ke kota besar, namun sebelum Ilham pergi, Bu Minah memberi nasehat pada anaknya tersebut.

“Nak, kamu adalah seorang anak pintar. Kamu punya ketampanan serta otak yang sangat cerdas. Jangan sombong dan jangan gunakan semua anugerah Tuhan didalam dirimu itu untuk berbuat negatif.”

“Iya, Bu. Aku tidak akan pernah melupakan nasehatmu ini.”

Akhirnya, hari itu Ilham berangkat ke kota, dia membawa asa sebagai anak desa untuk merengkuh kebahagiaan dan kesuksesan dalam study nya.


---------------------


Beberapa tahun setelah Ilham pindah kekota, dia kembali ke desa dengan gelar sarjananya. Dia menjadi lulusan terbaik Universitas itu dan mampu menjadi Sarjana muda yang di banggakan di desanya. Tapi Ilham tidak puas sampai disitu, dia menceritakan pada ibunya bahwa dia mendapat undangan bekerja di perusahaan Ekspor & Impor ternama di Jakarta.

Kali ini demi cita-cita sang anak, Bu Minah kembali merelakan kepergian anaknya ke Jakarta yang terkenal keras dan kejam. Bu Minah kembali memberi nasehat kepada anaknya.

“Nak, kecerdasan dan ketampananmu itu sangat bermanfaat, tetapi jangan menjadi orang yang sombong dan tidak pernah bersyukur. Sederhana itu lebih bahagia ketimbang mengejar nafsu. Jangan gunakan kepintaran dan ketampananmu untuk berbuat jahat apalagi sombong.”

“Iya ibu. Aku pasti menjaga amanat ibu dengan baik”
Ilham pun pergi ke Jakarta lagi untuk bekerja, dia pergi untuk menggapai cita-citanya dan menjadi orang sukses yang nantinya bisa dibanggakan ibunya. Ibunya merasa sedih anaknya pergi lagi, tapi inilah jalan kehidupan sesungguhnya. Bahkan seekor burung nantinya akan terbang bebas di langit luas dan pergi meninggalkan induk serta kandangnya.


-------------------------


Dua tahun kemudian Ilham sukses mendapat posisi di perusahaan tersebut. Karena berbagai prestasinya itu, dia menjadi anak emas di perusahaan dan atasannya sangat menyukai kinerjanya. Sifatnya yang sederhana, sopan, dan penuh tanggung jawab mampu mencuri perhatian bos-bos di perusahaan tersebut. Tapi sayangnya, lama-kelamaan Ilham mulai lupa pada ibunya di desa. Ilham tidak pernah kembali ke desa karena merasa nyaman dengan kehidupan di kota, Ilham mulai nyaman dengan kenikmatan duniawi yang telah dicapainya.

Lima tahun sudah Ilham meninggalkan desa, bahkan tiga tahun belakangan dia tidak ada kabar. Dengan sangat resah Bu Minah bertekad untuk mencari anaknya di Jakarta, kota yang sangat besar itu. Dengan modal nomer telepon kantor Ilham dia berusaha mencari rumah Ilham di Jakarta. Bu Minah pun berangkat ke Jakarta meninggalkan gubug reotnya di desa, dia nekat karena rindu kepada anaknya, Ilham.

Sesampainya di Jakarta, Bu Minah mulai mencari Ilham di kantornya. Karena perawakan Bu Minah yang kumuh dan memiliki cacat pada mata kirinya, satpam kantor tersebut tidak mengijinkannya masuk kedalam kantor.

“Pak, saya mau mencari anak saya”

Maaf, Ibu tidak boleh masuk”

“Pak, saya ingin bertemu anak saya”

“Sudah, lebih baik ibu pulang saja. Mengganggu orang lain yang datang ke kantor ini”

“Tapi, pak…”

“Pergi saja bu!”, kata satpam itu sambil mendorong Bu Minah hingga tersungkur ke tanah.

Dengan semangat pantang menyerah Bu Minah bertanya pada orang-orang yang keluar dari kantor itu tentang anaknya Ilham. Akhirnya ada seorang pegawai yang memberi Bu Minah alamat rumah tempat Ilham tinggal.

Sore itu, Bu Minah pergi menuju alamat yang diberikan tersebut, dia berjuang untuk bisa melepas rindunya pada Ilham anaknya. Malam harinya Bu Minah tiba di rumah Ilham, Bu Minah sudah tidak sabar untuk bertemu anaknya.

Sesampainya di rumah Ilham, Bu Minah sangat terkejut karena rumah Ilham ini sangat besar, bahkan di gerbang rumahnya ada 2 satpam yang berjaga-jaga. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan rumah Bu Minah dan Ilham di desa, bahkan mungkin rumah di desa milik mereka hanya seukuran pos satpam rumah ini. Yang membuat Bu Minah heran, selama ini Ilham tidak pernah pulang menjemput dirinya atau memberi kabar tentang keberadaannya di Jakarta. Dengan memberanikan diri Bu Minah berbicara pada satpam dirumah tersebut.

“Permisi pak, nak Ilham ada di rumah?”, tanya Bu Minah.

“Maaf, anda siapa?”

“Saya ibunya Ilham. Benar ini rumah Ilham?”

“Iya ini rumah pak Ilham bersama isterinya, Bu”

“ISTRI!?”

Bu Minah terkejut bukan main mendengar bahwa Ilham anaknya sekarang telah memiliki istri. Belum selesai Bu Minah bertanya-tanya dalam hati, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan pagar rumah itu sambil membunyikan klakson keras-keras.

“Selamat malam, Pak Ilham”, kata kedua satpam itu.

Satpam itu lalu berdiri membukakan gerbang rumah tersebut. Bu Minah pun memandang mobil yang masuk kedalam rumah itu, dia berharap cemas itu memang anaknya Ilham yang selama ini tidak ada kabar.

Setelah mobil itu diparkirkan, Bu Minah menerobos masuk kedalam gerbang. Kedua satpam itu hanya terdiam dan terkejut saat melihat Bu Minah yang renta itu melangkah mendekati mobil bos-nya.

Dari mobil tersebut turun seorang lelaki dewasa tampan bersama wanita cantik jelita dan seorang bayi yang di gendongnya. Alangkah terkejutnya Bu Minah, ya benar, itu adalah Ilham anaknya. Seperti kata kedua satpam tadi, Ilham ternyata memang sudah berkeluarga sekarang. Dia telah memiliki istri dan anak dirumah mewah yang sangat luas itu.
Bu Minah berjalan mendekati anaknya.

“Ilham, kau kah itu ?”

Ilham terkejut melihat Bu Minah, raut wajahnya berubah seketika. Seperti melihat setan di kuburan, ekspresinya tidak menentu.

“Ilham, benarkah itu kamu? Sekarang kamu sudah dewasa dan berkeluarga. Kenapa tidak kabari ibu bahwa kamu telah menikah dan memiliki istri cantik serta bayi yang lucu itu?”

Bu Minah berjalan semakin mendekat ke arah Ilham, Bu Minah tampak sangat terharu. Air mata mulai menetes jatuh ke pipinya yang keriput dan penuh debu. Bibirnya menahan erangan tangis yang sangat membahagiakan.

Ilham masih berdiri terpaku dan benar-benar tidak bisa berkata apapun. Wanita cantik di samping Ilham pun ikut kebingungan dengan mimik wajah penuh rasa jijik saat memandang Bu Minah yang mendekat.

“Pah! Siapa wanita tua kumuh itu? Kenapa dia mengaku sebagai ibumu? Bukankah papa ini yatim piatu dan sudah tidak memiliki orang tua lagi?”

Mendengar hal itu Bu Minah tampak terkejut karena ternyata Ilham selama ini tidak mengakuinya sebagai ibu kepada istrinya.

“Bukan, Ma! Di-dia bukan ibuku. Aku tidak memiliki ibu sekumuh dan cacat seperti dia!”, kata Ilham.

“Pak satpam tolong beri uang pada ibu ini dan suruh dia pergi!”, lanjutnya.

Bu Minah terkejut dengan ucapan Ilham, bahkan dia tidak percaya bahwa itu adalah anak yang selama ini dia banggakan. Tanpa menerima uang yang di berikan satpam itu, Bu Minah melangkah pergi. Dia tidak berkata apapun kepada Ilham, Bu Minah hanya berjalan keluar tanpa paksaan. Bu Minah sadar bahwa Ilham malu mempunyai ibu yang cacat dan kumuh, akhirnya Bu Minah kembali kedesa dan merasa sangat terpukul melihat Ilham, anaknya telah memperlakukannya seperti itu.

Ya, Ilham menikah dengan putri pemilik perusahaan ekspor impor tempatnya bekerja, Ilham sekarang menjadi salah satu dewan direksi disana. Hal ini membuat dia takabur dan tidak mengakui ibunya lagi.


----------------------------------


Tiga tahun setelah kejadian itu, perusahaan yang di jalankan Ilham mengalami penurunan dan nyaris bangkrut. Dalam keadaan yang terpojok ini Ilham teringat akan Bu Minah, ibu yang telah dia sakiti. Ilham memutuskan untuk kembali ke desa dan meminta maaf pada ibunya karena dia menyesal telah melupakan ibunya hanya demi harta yang akhirnya akan hilang juga.

Sesampainya di desa, Ilham bertemu tetangganya dan bertanya tentang ibunya. Malang untuk Ilham, ibunya telah meninggal karena sakit satu tahun sebelumnya.
Ilham berjalan menuju rumahnya yang reot didesa, sambil menangis dia masuk kedalam rumahnya. Ini adalah tempat Ilham hidup berdua dengan ibunya. Ilham duduk di sebuah kursi didekat meja tempat dia belajar bersama ibunya dulu.

Dalam keadaan menyesal dan menangis Ilham menemukan sepucuk surat di atas meja belajarnya. Setelah membaca surat itu Ilham menemukan fakta yang membuatnya terpukul dan menyesal seumur hidup karena telah durhaka pada ibu yang sangat menyayanginya.


Untuk anakku Ilham,
Entah sempat atau tidak, ibu mengirimkan surat ini pada Ilham. Tapi ibu selalu berusaha untuk menghubungi Ilham bagaimanapun keadaannya. Ibu sedang sakit keras, ibu terkena TBC dan mungkin sebentar lagi ibu sudah tidak ada di dunia ini lagi.
Bagaimanapun kelakuan Ilham pada ibu kemarin, ibu pasti memaafkannya. Ibu tahu Ilham akan menyesal nantinya, ibu yakin Ilham akan mencari ibu suatu saat nanti. Karena sejak dahulu kita memang selalu hidup berdua dan saling membutuhkan bukan?
Kemarin saat ibu ke Jakarta dan bertemu Ilham, ibu merasa sedih. Di sisi lain ibu bangga anak ibu bisa menggapai cita-citanya dan mempunyai keluarga yang harmonis. Ibu tahu Ilham malu dengan keadaan ibu yang cacat dan kumuh ini makannya ibu pergi tanpa berkata apapun.
Masih ingat dua nasehat ibu dulu? Saat Ilham terbentur cobaan yang begitu besar, saat Ilham kesusahan, cobalah ingat pada Tuhan dan nasehat ibu dulu. Karena ibu hanya berdoa yang terbaik untuk Ilham dan tidak pernah ibu menaruh dendam pada Ilham.
Setidaknya di saat ibu sudah tidak hidup di dunia ini lagi, ibu akan selalu melihat apa yang Ilham lihat, ibu akan selalu melihat Ilham mencapai mimpi-mimpinya.
Sebenarnya ibu cacat karena ibu telah menitipkan mata kiri ibu untuk Ilham setelah kecelakaan yang terjadi dulu. Waktu itu Ilham masih berumur 2 tahun dan mungkin memang sudah lupa atas kejadian yang merenggut mata kiri Ilham waktu itu. Dalam keadaan apapun ibu akan selalu menemani Ilham, melihat mimpi Ilham dan melihat luasnya dunia melalui mata yang telah ibu titipkan pada Ilham.
Semoga Ilham sukses dalam kehidupan dunia maupun akherat. Ibu selalu menyayangi Ilham melebihi apapun, Ilham adalah anak ibu yang paling ibu banggakan dan ibu cinta.



Salam sayang,


Ibu


1 comment:

  1. Terharu baca ini. Pengorbanan ibu itu luar biasa besar :")

    ReplyDelete