Kisah
ini terinspirasi dari BM (Broadcast Message) yang pernah gue terima dulu. Cerita ini
pengembangan dari BM yang tidak begitu panjang tersebut, mungkin
diantara kalian pernah ada yang membaca alur cerita ini dan semoga
cerita ini membawa manfaat untuk kalian semua agar mensyukuri apa yang kalian miliki saat ini.
---------------------------
Ini
kisah seorang ibu bernama Bu Minah yang memiliki cacat pada mata
kirinya, mata kirinya sudah tidak ada lagi sejak anaknya masih kecil. Dia adalah seorang single
fighter.
Single
fighter
adalah sebutan untuk orang tua yang berjuang sendirian menghidupi
keluarganya. Ya, Bu Minah ini berjuang sendirian karena sang suami
meninggal saat mereka di karuniai seorang anak yang diberi nama
Ilham. Ilham adalah anak yang cerdas, di bangku sekolah dia selalu
membanggakan Bu Minah. Bu Minah sangat menyayangi Ilham lebih dari
apapun, begitu juga Ilham yang sangat menyayangi ibunya.
Bu
Minah bekerja sebagai petani di sebuah desa di Jawa Tengah, dia
menanam padi dan penghasilannya memang tidak seberapa. Tetapi
usahanya untuk menghidupi dan menyekolahkan Ilham sangat besar.
Ilham
tumbuh dewasa di desa dan menjadi anak teladan dengan kepintarannya,
karena prestasinya tersebut dia mendapatkan beasiswa untuk kuliah di
sebuah Universitas Negeri ternama di Jakarta. Dengan berat hati Bu
Minah melepaskan anaknya ke kota besar, namun sebelum Ilham pergi, Bu
Minah memberi nasehat pada anaknya tersebut.
“Nak,
kamu adalah seorang anak pintar. Kamu punya ketampanan serta otak
yang sangat cerdas. Jangan sombong dan jangan gunakan semua anugerah
Tuhan didalam dirimu itu untuk berbuat negatif.”
“Iya,
Bu. Aku tidak akan pernah melupakan nasehatmu ini.”
Akhirnya,
hari itu Ilham berangkat ke kota, dia membawa asa sebagai anak desa
untuk merengkuh kebahagiaan dan kesuksesan dalam study nya.
---------------------
Beberapa
tahun setelah Ilham pindah kekota, dia kembali ke desa dengan gelar
sarjananya. Dia menjadi lulusan terbaik Universitas itu dan mampu
menjadi Sarjana muda yang di banggakan di desanya. Tapi Ilham tidak
puas sampai disitu, dia menceritakan pada ibunya bahwa dia mendapat
undangan bekerja di perusahaan Ekspor & Impor ternama di Jakarta.
Kali
ini demi cita-cita sang anak, Bu Minah kembali merelakan kepergian
anaknya ke Jakarta yang terkenal keras dan kejam. Bu Minah kembali
memberi nasehat kepada anaknya.
“Nak,
kecerdasan dan ketampananmu itu sangat bermanfaat, tetapi jangan
menjadi orang yang sombong dan tidak pernah bersyukur. Sederhana itu
lebih bahagia ketimbang mengejar nafsu. Jangan gunakan kepintaran dan
ketampananmu untuk berbuat jahat apalagi sombong.”
“Iya
ibu. Aku pasti menjaga amanat ibu dengan baik”
Ilham
pun pergi ke Jakarta lagi untuk bekerja, dia pergi untuk menggapai
cita-citanya dan menjadi orang sukses yang nantinya bisa dibanggakan
ibunya. Ibunya merasa sedih anaknya pergi lagi, tapi inilah jalan
kehidupan sesungguhnya. Bahkan seekor burung nantinya akan terbang
bebas di langit luas dan pergi meninggalkan induk serta kandangnya.
-------------------------
Dua
tahun kemudian Ilham sukses mendapat posisi di perusahaan tersebut.
Karena berbagai prestasinya itu, dia menjadi anak emas di perusahaan
dan atasannya sangat menyukai kinerjanya. Sifatnya yang sederhana,
sopan, dan penuh tanggung jawab mampu mencuri perhatian bos-bos di
perusahaan tersebut. Tapi sayangnya, lama-kelamaan Ilham mulai lupa
pada ibunya di desa. Ilham tidak pernah kembali ke desa karena merasa
nyaman dengan kehidupan di kota, Ilham mulai nyaman dengan kenikmatan
duniawi yang telah dicapainya.
Lima
tahun sudah Ilham meninggalkan desa, bahkan tiga tahun belakangan dia
tidak ada kabar. Dengan sangat resah Bu Minah bertekad untuk mencari
anaknya di Jakarta, kota yang sangat besar itu. Dengan modal nomer
telepon kantor Ilham dia berusaha mencari rumah Ilham di Jakarta. Bu
Minah pun berangkat ke Jakarta meninggalkan gubug reotnya di desa,
dia nekat karena rindu kepada anaknya, Ilham.
Sesampainya
di Jakarta, Bu Minah mulai mencari Ilham di kantornya. Karena
perawakan Bu Minah yang kumuh dan memiliki cacat pada mata kirinya,
satpam kantor tersebut tidak mengijinkannya masuk kedalam kantor.
“Pak,
saya mau mencari anak saya”
“Maaf,
Ibu tidak boleh masuk”
“Pak,
saya ingin bertemu anak saya”
“Sudah,
lebih baik ibu pulang saja. Mengganggu orang lain yang datang ke
kantor ini”
“Tapi,
pak…”
“Pergi
saja bu!”, kata satpam itu sambil mendorong Bu Minah hingga
tersungkur ke tanah.
Dengan
semangat pantang menyerah Bu Minah bertanya pada orang-orang yang
keluar dari kantor itu tentang anaknya Ilham. Akhirnya ada seorang
pegawai yang memberi Bu Minah alamat rumah tempat Ilham tinggal.
Sore
itu, Bu Minah pergi menuju alamat yang diberikan tersebut, dia
berjuang untuk bisa melepas rindunya pada Ilham anaknya. Malam
harinya Bu Minah tiba di rumah Ilham, Bu Minah sudah tidak sabar
untuk bertemu anaknya.
Sesampainya
di rumah Ilham, Bu Minah sangat terkejut karena rumah Ilham ini
sangat besar, bahkan di gerbang rumahnya ada 2 satpam yang
berjaga-jaga. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan rumah Bu Minah
dan Ilham di desa, bahkan mungkin rumah di desa milik mereka hanya
seukuran pos satpam rumah ini. Yang membuat Bu Minah heran, selama
ini Ilham tidak pernah pulang menjemput dirinya atau memberi kabar
tentang keberadaannya di Jakarta. Dengan memberanikan diri Bu Minah
berbicara pada satpam dirumah tersebut.
“Permisi
pak, nak Ilham ada di rumah?”, tanya Bu Minah.
“Maaf,
anda siapa?”
“Saya
ibunya Ilham. Benar ini rumah Ilham?”
“Iya
ini rumah pak Ilham bersama isterinya, Bu”
“ISTRI!?”
Bu
Minah terkejut bukan main mendengar bahwa Ilham anaknya sekarang
telah memiliki istri. Belum selesai Bu Minah bertanya-tanya dalam
hati, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan pagar rumah itu
sambil membunyikan klakson keras-keras.
“Selamat
malam, Pak Ilham”, kata kedua satpam itu.
Satpam
itu lalu berdiri membukakan gerbang rumah tersebut. Bu Minah pun
memandang mobil yang masuk kedalam rumah itu, dia berharap cemas itu
memang anaknya Ilham yang selama ini tidak ada kabar.
Setelah
mobil itu diparkirkan, Bu Minah menerobos masuk kedalam gerbang.
Kedua satpam itu hanya terdiam dan terkejut saat melihat Bu Minah
yang renta itu melangkah mendekati mobil bos-nya.
Dari
mobil tersebut turun seorang lelaki dewasa tampan bersama wanita
cantik jelita dan seorang bayi yang di gendongnya. Alangkah
terkejutnya Bu Minah, ya benar, itu adalah Ilham anaknya. Seperti
kata kedua satpam tadi, Ilham ternyata memang sudah berkeluarga
sekarang. Dia telah memiliki istri dan anak dirumah mewah yang sangat
luas itu.
Bu
Minah berjalan mendekati anaknya.
“Ilham,
kau kah itu ?”
Ilham
terkejut melihat Bu Minah, raut wajahnya berubah seketika. Seperti
melihat setan di kuburan, ekspresinya tidak menentu.
“Ilham,
benarkah itu kamu? Sekarang kamu sudah dewasa dan berkeluarga. Kenapa
tidak kabari ibu bahwa kamu telah menikah dan memiliki istri cantik
serta bayi yang lucu itu?”
Bu
Minah berjalan semakin mendekat ke arah Ilham, Bu Minah tampak sangat
terharu. Air mata mulai menetes jatuh ke pipinya yang keriput dan
penuh debu. Bibirnya menahan erangan tangis yang sangat
membahagiakan.
Ilham
masih berdiri terpaku dan benar-benar tidak bisa berkata apapun.
Wanita cantik di samping Ilham pun ikut kebingungan dengan mimik
wajah penuh rasa jijik saat memandang Bu Minah yang mendekat.
“Pah!
Siapa wanita tua kumuh itu? Kenapa dia mengaku sebagai ibumu?
Bukankah papa ini yatim piatu dan sudah tidak memiliki orang tua
lagi?”
Mendengar
hal itu Bu Minah tampak terkejut karena ternyata Ilham selama ini
tidak mengakuinya sebagai ibu kepada istrinya.
“Bukan,
Ma! Di-dia bukan ibuku. Aku tidak memiliki ibu sekumuh dan cacat
seperti dia!”, kata Ilham.
“Pak
satpam tolong beri uang pada ibu ini dan suruh dia pergi!”,
lanjutnya.
Bu
Minah terkejut dengan ucapan Ilham, bahkan dia tidak percaya bahwa
itu adalah anak yang selama ini dia banggakan. Tanpa menerima uang
yang di berikan satpam itu, Bu Minah melangkah pergi. Dia tidak
berkata apapun kepada Ilham, Bu Minah hanya berjalan keluar tanpa
paksaan. Bu Minah sadar bahwa Ilham malu mempunyai ibu yang cacat dan
kumuh, akhirnya Bu Minah kembali kedesa dan merasa sangat terpukul
melihat Ilham, anaknya telah memperlakukannya seperti itu.
Ya,
Ilham menikah dengan putri pemilik perusahaan ekspor impor tempatnya
bekerja, Ilham sekarang menjadi salah satu dewan direksi disana. Hal
ini membuat dia takabur dan tidak mengakui ibunya lagi.
----------------------------------
Tiga
tahun setelah kejadian itu, perusahaan yang di jalankan Ilham
mengalami penurunan dan nyaris bangkrut. Dalam keadaan yang terpojok
ini Ilham teringat akan Bu Minah, ibu yang telah dia sakiti. Ilham
memutuskan untuk kembali ke desa dan meminta maaf pada ibunya karena
dia menyesal telah melupakan ibunya hanya demi harta yang akhirnya
akan hilang juga.
Sesampainya
di desa, Ilham bertemu tetangganya dan bertanya tentang ibunya.
Malang untuk Ilham, ibunya telah meninggal karena sakit satu tahun
sebelumnya.
Ilham
berjalan menuju rumahnya yang reot didesa, sambil menangis dia masuk
kedalam rumahnya. Ini adalah tempat Ilham hidup berdua dengan ibunya.
Ilham duduk di sebuah kursi didekat meja tempat dia belajar bersama
ibunya dulu.
Dalam
keadaan menyesal dan menangis Ilham menemukan sepucuk surat di atas
meja belajarnya. Setelah membaca surat itu Ilham menemukan fakta yang
membuatnya terpukul dan menyesal seumur hidup karena telah durhaka
pada ibu yang sangat menyayanginya.
Untuk anakku
Ilham,
Entah sempat atau
tidak, ibu mengirimkan surat ini pada Ilham. Tapi ibu selalu berusaha
untuk menghubungi Ilham bagaimanapun keadaannya. Ibu sedang sakit
keras, ibu terkena TBC dan mungkin sebentar lagi ibu sudah tidak ada
di dunia ini lagi.
Bagaimanapun
kelakuan Ilham pada ibu kemarin, ibu pasti memaafkannya. Ibu tahu
Ilham akan menyesal nantinya, ibu yakin Ilham akan mencari ibu suatu
saat nanti. Karena sejak dahulu kita memang selalu hidup berdua dan
saling membutuhkan bukan?
Kemarin saat ibu
ke Jakarta dan bertemu Ilham, ibu merasa sedih. Di sisi lain ibu
bangga anak ibu bisa menggapai cita-citanya dan mempunyai keluarga
yang harmonis. Ibu tahu Ilham malu dengan keadaan ibu yang cacat dan
kumuh ini makannya ibu pergi tanpa berkata apapun.
Masih ingat dua
nasehat ibu dulu? Saat Ilham terbentur cobaan yang begitu besar, saat
Ilham kesusahan, cobalah ingat pada Tuhan dan nasehat ibu dulu.
Karena ibu hanya berdoa yang terbaik untuk Ilham dan tidak pernah ibu
menaruh dendam pada Ilham.
Setidaknya di
saat ibu sudah tidak hidup di dunia ini lagi, ibu akan selalu melihat
apa yang Ilham lihat, ibu akan selalu melihat Ilham mencapai
mimpi-mimpinya.
Sebenarnya ibu
cacat karena ibu telah menitipkan mata kiri ibu untuk Ilham setelah
kecelakaan yang terjadi dulu. Waktu itu Ilham masih berumur 2 tahun
dan mungkin memang sudah lupa atas kejadian yang merenggut mata kiri
Ilham waktu itu. Dalam keadaan apapun ibu akan selalu menemani Ilham,
melihat mimpi Ilham dan melihat luasnya dunia melalui mata yang telah
ibu titipkan pada Ilham.
Semoga Ilham
sukses dalam kehidupan dunia maupun akherat. Ibu selalu menyayangi
Ilham melebihi apapun, Ilham adalah anak ibu yang paling ibu
banggakan dan ibu cinta.
Salam sayang,
Ibu
Terharu baca ini. Pengorbanan ibu itu luar biasa besar :")
ReplyDelete