Thursday, January 17, 2013

Leo & Bunga Melati


Sembari kuketik surat ini, masih terbayang wajahmu yang meneduhkan hati. Aku masih sama seperti hari-hari lainnya, menggunakan jemariku untuk menuliskan sebuah imaji.

Aku tahu diriku bukan siapa-siapa. Kadang aku merasa kecil di hadapanmu, bukan, bukan dunia nyata, sekedar pertemuan kita di dunia maya.

Berawal dari follow back-mu di twitter yang ku tunggu-tunggu, berlanjut pada DM kita yang spontanitas terjadi. Mungkin bukan terjadi begitu saja, hanya sebuah "ketidak sengajaan" yang aku buat-buat saja.

Kamu adalah sesosok wanita cantik berbintang leo. Selama ini aku sering melihat ramalan zodiak. Kupikir kita ini jodoh, libra dan leo pasangan yang sempurna, katanya.

Tapi, apa yang bisa aku lakukan untuk menyempurnakan kamu? Apa yang kamu butuhkan dari sesosok aku? Kamu sendiri sudah luar biasa tanpa perlu menyianyiakan waktu tentang cinta. Pesimis? mungkin saja.

Lini masa bernama twitter memberi julukan untukmu, julukan yang membuat lelaki lain getir mendekatimu. Apa lagi kalau bukan "ahlinya pemberi harapan palsu". Entah karena terbiasa mendengar julukan itu, aku justru merasa biasa saja. Tak mempengaruhi kekagumanku dan tak membuatku takut untuk kenal kamu.

Sifatmu yang mandiri, kuat, tak kenal lelah, namun tetap memancarkan aura keindahan dan keanggunan wanita. Ya, tepat sekali, kamu mirip bunga melati. Sesosok yang tegar, dewasa & mewangi untuk orang-orang disekitar.

Apa salah bila surat ini kukirim atas kekagumanku padamu? Mungkin saja buatmu salah, mungkin juga kamu abaikan. Bahkan, mungkin saja tak akan pernah terbaca dan mempengaruhi hatimu. Tapi, buatku sendiri surat ini menunjukkan bagaimana beraninya aku dengan ribuan reaksi serta resiko yang akan terjadi suatu saat nanti.

Bagiku, sosokmu sangat kukagumi, lebih dari itu aku sangat ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Mungkinkah suatu hari nanti kita bisa bertemu untuk mengenal lebih dalam? Iya, hanya berdua saja di sebuah meja makan malam dengan cahaya lilin remang-remang.
See you next time.

Teruntukmu, Leonimelati.

Wednesday, January 16, 2013

Awalnya Aku Benci

Aku benci kamu, selalu saja ada yang menderita disebabkan kekuatanmu.

Aku benci kamu, selalu saja meneteskan air mata bagi orang yang tak mampu meredam amukanmu.

Kekuatan, amukanmu telah melukai banyak orang. Kenapa kamu ada?

Namun, suatu ketika aku berjalan di lahan kering penuh bebatuan. Kering kerontang dan gersang. Ranting-ranting berjatuhan tanpa ada dedaunan.

Orang-orang berkeluh kesah, melihat hamparan tanah tiada kehidupan. Padi-padi tertunduk lesu kecoklatan, layu tanpa kekuatan.

Mereka menangis, menanti sebuah keajaiban. Keajaiban darimu yang sangat ingin kumusnahkan.

Di waktu lainnya aku disakiti orang terkasih. Mataku pedih, ingin rasanya menangis meresapi rasa patah hati yang kurasakan. Gengsi ini melawan, tak ingin di hadapan orang itu aku terlihat lemah.

Namun, emosiku terlalu berkuasa, air mata tak dapat kutahan lebih lama lagi.

Tunggu,
Saat aku hampir meledakkan tangisan, tiba-tiba kau datang. Melindungiku dengan kekuatanmu yang luar biasa, memelukku dari rasa pedih yang tak tertahankan.

Kau datang untuk melindungi ego dan gengsiku yang tak ingin terluka. Kau datang menemani tiap bulir air mata yang jatuh ke bumi.

Karenamu, tangisanku terlihat samar. Karenamu aku tak kesepian. Karenamu air mata ini ikut larut dan terhapuskan.

Awalnya aku membencimu, lama-lama aku mencintai dan mulai menikmati hadirmu. Aku menulis surat ini sesambil meneguk cokelat hangat dan menghisap sebatang rokok di teras rumahku.

Seharian ini aku terus memandangimu, hujanku sayang.

Monday, January 14, 2013

Beda... #kemudianhening


Dear you,


Malam ini hujan rintik menemaniku, menemani untuk sebuah sajak tanpamu. Dingin menusuk kulit hingga jemariku membeku. Tunggu, tak lama kemudian aku sadar, jemariku beku karena menemukan sosokmu di batas imajinasiku. Terlewat begitu saja, membuatku terdiam dan kehabisan kata.

Teringat saat aku terpukau sosokmu kala itu, teringat saat aku terpukau sosokmu yang tampak sangat dewasa itu. Baju kantoran, mobil pribadi, rambut terurai berombak, dan tentu senyummu yang menggelitik isi hatiku. Aku mulai banyak memikirkan kamu, banyak kekaguman yang kusimpan dengan kemandirianmu.

Sosokmu menyadarkan aku, menyadarkan pria yang memiliki ego tinggi sepertiku. Dimana mataku selalu memandang tiap wanita mudah terluka, dimana wanita adalah sosok manja. Kamu memabuatku sedikit takut, takut melukai egoku ini. Kamu yang membuatku was-was, was-was karena dirimu tak mudah didekati.

Beberapa orang mengatakan padaku, beberapa lainnya membicarakanmu dengan jelas di lini masa. Mereka memberi julukan "pemberi harapan palsu". Dimana semua rasa untukmu terabaikan, dimana semua harapan padamu berubah menjadi sakit yang menusuk hati para lelaki itu. 

Julukan yang nyata aku baca, aku dengar, namun aku buang jauh-jauh dari otakku. Buatku, bagaimanapun citramu di mata orang, kamu adalah orang yang mampu membuat jantung ini berdetak tidak karuan. Kamu yang mampu membuat nadiku berdenyut keras dan nafasku terhenti saat memandang senyumanmu itu.

Terdengar konyol mungkin, apalah arti semua pemikiran mereka padamu. Apalah arti pandangan orang dengan kehidupanmu. Aku tahu rasa itu tak mampu dipaksakan, mungkin juga mereka yang terlalu ke-GR-an. Yang aku tahu, kamu adalah sosok yang menyempurnakan hari-hariku di Pulau itu.

Namamu, menghiasi pikiranku. Namamu tiba-tiba terukir indah di hatiku. Dita? Nama yang bagus. Sayang kita ini terlalu sulit bersatu. Aku mulai berpikir, apa tasbihku dapat melingkari salibmu? Apa sajadahku bisa ditempatkan di atas altarmu? Beda, cinta ini beda. Aku memang terpukau sosokmu, sayang cinta ini tak nyata. Bagai pungguk merindukan bulan, sosokmu nyata, namun tak dapat kugenggam.

Surat ini hanya sebuah ukiran kata untukmu yang telah memilih pria lain di hatimu, yang lebih pantas dan sejalan denganmu. Mungkin saat kamu baca nanti, aku telah pergi dari pulau Dewatamu yang seindah senyumanmu itu.



Teruntukmu "teman" ku, @cathadita

Thursday, January 10, 2013

Kamu





Indah saat kita belum berjumpa dan saat pertama berjumpa.
Kau genggam lenganku, membelai bahuku.
Sekarang semua sirna.

Memangnya kau masih selembut itu?
Apa bagimu, kau saja yang terluka?
Aku ini apa di matamu?

Kau maki aku karena satu kesalahan bodoh yang terjadi.
Kemudian, semua rasamu hilang seiring kebahagiaan yang pernah ada.
Lalu, semua kata dariku tak lagi kau hiraukan.
Tak manis seperti dulu, tak peduli seperti waktu itu.
Sekarang kita hanya berdiam diri.

Belaianmu, genggaman tanganmu, pelukanmu.
Semua sudah hilang untukku.
Jadi, sebaiknya kau miliki saja dia yang mengerti segalanya untukmu.