Sunday, April 28, 2013

Alasan di Balik "Kamu"

Sudah lama aku tak melihat kamu di antara lini masaku. Sudah begitu lama kita tak saling merangsang kata demi kata indah. Aku merah dan kamu biru. Kita berdua sempat bersatu.

Aku pecandu kata, namun aku lebih memilih menjadi pemujamu. Kita berdua menghiasi segala imaji dengan kata-kata. Hallo Biru, lama kita tak saling menyapa satu sama lain, aku rindu. Kamu suka biru, aku memang cinta kamu. Aku ini merah, tidak pernah pasrah.

Lalu, segala khayalanku kembali pada bulan kata yang pernah kita ucapkan itu...

"Dingin, aku butuh pelukkan."

Tiba-tiba sebuah permohonan tanpa tujuan kamu utarakan. Seolah dirimu mencari-cari orang yang mampu menjagamu.

"Bagaimana dengan pelukanku?"

"Kamu jauh, aku ingin dipeluk tiap hari. Dekatkan jarak, maka tugasmu adalah memelukku dengan erat."

"Jangankan mendekatkan jarak, bersamamu selamanya pun aku rela."

"Jangan pernah menyusun kata dan menggunakannya hanya untuk hiburan semata!"

"Bukannya itu tugasku? Tugasku untuk menghibur hatimu setiap waktu?"

"Tugasmu itu menjaga hatiku, bukan menghibur hatiku!"

"Baik, aku mengaku. Memang aku yang diutus-Nya untuk menjaga, menghibur, dan memiliki hatimu."

"Kata-katamu itu sungguh indah."

"Bukan kata-kataku yang indah, tapi kamu."

"Lalu, kalau semua kata ini terkumpul menjadi satu, kita bisa jadi apa?"

"Jadi...an, mungkin."

"Mungkin? Itu kata-kata penuh ragu. Atau kamu hanya ingin memberi harapan palsu?"

"Tidak, aku bukan pemberi harapan palsu. Hanya takut kamu tak membuka hati untuk perasaanku dan tidak membuka telinga untuk mendengar kata cintaku."

"Buka hati dan telinga boleh, asal tidak buka yang lainnya. Namun, bukannya hatimu sudah ada pemiliknya?"

"Jangan melantur, kamu suka biru, biarkan aku cinta kamu."

"Bukankah kamu suka merah? Lalu, apa aku harus pasrah?!"

"Kamu tidak harus pasrah, karena merahku itu pantang menyerah. Maka, aku berjuang untuk birumu agar cinta aku."

"Lalu, apa yang kamu takutkan?"

"Katanya pria sepertiku tidak takut rambutan, hanya takut sebuah ikatan."

"Kalau pria takut ikatan yang bernama komitmen, itu namanya bukan pria sejati."

"Aku belum selesai berkata-kata... aku bukan pria seperti itu, karena aku dan kamu adalah kita yang tertunda."

"Rayuanmu tak semanis rambutanku."

"Aku tidak bermaksud merayu, aku bermaksud jujur padamu."

"Kelak kopi soreku adalah bersamamu."

"Dan kelak pelukanku ada pada hari-harimu."

Dan kita pun saling bertukar kata, sangat dekat dan banyak di lini masa itu. Tanpa perlu menunjukkan untuk siapa kita berbicara, kita saling paham dan menjawab.

Terimakasih biru, kamu telah membantu merangsang kata-kata indahku. Kamu memiliki berbagai cara untuk memancingku, terimakasih dan aku rindu.

Pecinta kata, @catatansiDoy

No comments:

Post a Comment