Tampaknya matahari sedang
marah siang itu. Langit sangat terang dan udara panas sangat
menyengat. Aku sedang duduk di dalam sebuah kafe yang penuh dengan
tumpukan buku-buku impor bermutu, di tepi jendela tentunya, tempat
favoritku. Namun, di dalam kafe pun tetap saja panas itu mengejarku.
Sampai-sampai bulir keringat menetes beberapa kali karena udara yang
tidak bersahabat itu.
Di tepi jendela, aku
menunggu seorang wanita datang. Wanita yang mampu membuatku lemah
tentunya, wanita yang penuh kata-kata filosofis dan sangat luas
pengetahuannya. Wanita itu selalu terlambat, di balik segala
kecerdasannya, aku masih tidak paham kenapa ia sering sekali
terlambat. Setahuku, wanita menghargai waktu dan pengingat yang baik,
tetapi tidak demikian dengannya. Mungkin, itu juga alasan mengapa aku
lemah dihadapannya, begitu tertarik padanya. Ia sungguh sosok yang
sangat berbeda.
Aku menikmati segelas
green tea latte yang sedari tadi ada di atas mejaku. Tangan
kananku membawa sebuah buku yang aku kibas-kibaskan agar udara panas
segera hilang dan tidak mengganggu. Sudah sekitar 30 menit aku
menunggu, ia tak kunjung datang. Aku mulai menyerah, mungkin ajakanku
tidak ia hiraukan. Mungkin juga, ia memiliki kekasih, karena itu aku
tidak pernah ia pandang.
Suara pintu bergeser
mengejutkanku. Suara itu terdengar karena lengangnya kafe tersebut,
sampai-sampai aku bisa mendengar suara napasku sendiri di ruangan
yang kecil dan penuh buku itu. Aku melihat sesosok wanita berjalan
menaiki tangga dengan sepatu flat-nya. Ia memakai kaos
bercorak bunga-bunga dengan cardigan biru langit yang melindungi lengannya
serta celana jeans berwarna biru sebagai bawahan. Rambutnya
berwarna cokelat terurai dan pipinya berwarna merah seperti bibirnya.
Mungkin ia kepanasan, pikirku.
“Hei, sudah menunggu
lama?” tanyanya padaku.
“Lumayan,” jawabku
singkat sambil mengerenyitkan dahi.
“Maaf, jalanan macet.”
Ia melangkah mendekatiku. Namun, sial baginya, karpet yang melindungi
lantai kayu kafe itu membuatnya tersandung dan jatuh. Wajahnya
semakin merah karena menahan sakit dan malu. Aku berdiri sambil
menahan tawa di balik senyumku yang meremehkan, saat itu aku
mengeluarkan handphone dari saku celana sebelah kiri dan ingin
memotretnya. Ia menutupi wajahnya dengan tangan, “Apa-apaan sih?
Bukannya nolongin, malah foto-foto.” Katanya bernada kesal.
Oh, I'm sorry... |
Aku mengulurkan tangan
untuk menolongnya berdiri, namun ia terlanjur marah. Ia mengabaikan
tanganku dan berusaha untuk berdiri sendiri. “Aku pulang saja!”
bentaknya seraya membalikkan badan.
“Eh, tunggu. Jangan
gitu, aku minta maaf.” Bujukku sambil mengikutinya dari belakang.
“Sudah, aku nggak mood
lagi!” ia bersikeras menolak kata maafku dan terus berjalan
menuruni tangga.
“Lain kali, boleh aku
ajak pergi lagi, kan?” tanyaku dengan penuh harap.
“Mungkin… lain kali
aku pikirkan, tidak dengan sikapmu yang seperti itu.” Jawabnya
tanpa menoleh sama sekali dan terus berjalan menuju parkiran.
“Setidaknya, kata
mungkin sudah menjadi kesempatan buatku.” Kataku. Ia tidak memberi
jawaban, hanya menoleh dan tersenyum manis padaku. Kemudian, ia
melangkah mendekat padaku lagi.
“Kita lihat saja, apa
kamu bisa membuatku memberi kesempatan lain.” Tantangnya sembari tersenyum licik tepat di hadapan wajahku.
“Siapa takut.”
Jawabku seiring langkahnya meninggalkan kafe itu.
Don't go anywhere... please... |
Ya, kencan pertamaku
dengan wanita itu gagal karena sikapku yang tidak mengenakkan saat ia
terjatuh tadi. Paling tidak, aku sempat melihat tato di balik
punggungnya. Tato itu yang mampu melemahkanku, aku memang lemah
terhadap wanita yang memiliki tato di punggung. Seperti sebuah tujuan
untuk pulang, tato di punggungnya adalah tanda di mana aku akan
selalu mengejarnya supaya suatu hari nanti aku bisa memeluknya dari
belakang.
Setidaknya, hari ini aku
belajar. Orang-orang yang kesusahan membutuhkan bantuan dan uluran
tangan, bukan hanya untuk kita saksikan atau ditertawakan. Terlebih lagi orang-orang yang kamu sayang, kan?
setidaknya kita udah pernah bertemu dan meninggalkan sepatah kalimat :')
ReplyDeletesuka sama cerpennya
ReplyDeletebtw mampir ya ke blog gue yerifa.blogspot.com
Kayaknya pernah lihat cewek yang punya tato seperti itu, ehehe. Cerpen kedua yang aku baca, settingnya kafe (lagi).
ReplyDelete