Friday, September 13, 2013

AndOr


Tampaknya matahari sedang marah siang itu. Langit sangat terang dan udara panas sangat menyengat. Aku sedang duduk di dalam sebuah kafe yang penuh dengan tumpukan buku-buku impor bermutu, di tepi jendela tentunya, tempat favoritku. Namun, di dalam kafe pun tetap saja panas itu mengejarku. Sampai-sampai bulir keringat menetes beberapa kali karena udara yang tidak bersahabat itu.

Di tepi jendela, aku menunggu seorang wanita datang. Wanita yang mampu membuatku lemah tentunya, wanita yang penuh kata-kata filosofis dan sangat luas pengetahuannya. Wanita itu selalu terlambat, di balik segala kecerdasannya, aku masih tidak paham kenapa ia sering sekali terlambat. Setahuku, wanita menghargai waktu dan pengingat yang baik, tetapi tidak demikian dengannya. Mungkin, itu juga alasan mengapa aku lemah dihadapannya, begitu tertarik padanya. Ia sungguh sosok yang sangat berbeda.

Aku menikmati segelas green tea latte yang sedari tadi ada di atas mejaku. Tangan kananku membawa sebuah buku yang aku kibas-kibaskan agar udara panas segera hilang dan tidak mengganggu. Sudah sekitar 30 menit aku menunggu, ia tak kunjung datang. Aku mulai menyerah, mungkin ajakanku tidak ia hiraukan. Mungkin juga, ia memiliki kekasih, karena itu aku tidak pernah ia pandang.

Suara pintu bergeser mengejutkanku. Suara itu terdengar karena lengangnya kafe tersebut, sampai-sampai aku bisa mendengar suara napasku sendiri di ruangan yang kecil dan penuh buku itu. Aku melihat sesosok wanita berjalan menaiki tangga dengan sepatu flat-nya. Ia memakai kaos bercorak bunga-bunga dengan cardigan biru langit yang melindungi lengannya serta celana jeans berwarna biru sebagai bawahan. Rambutnya berwarna cokelat terurai dan pipinya berwarna merah seperti bibirnya. Mungkin ia kepanasan, pikirku.

“Hei, sudah menunggu lama?” tanyanya padaku.

“Lumayan,” jawabku singkat sambil mengerenyitkan dahi.

“Maaf, jalanan macet.” Ia melangkah mendekatiku. Namun, sial baginya, karpet yang melindungi lantai kayu kafe itu membuatnya tersandung dan jatuh. Wajahnya semakin merah karena menahan sakit dan malu. Aku berdiri sambil menahan tawa di balik senyumku yang meremehkan, saat itu aku mengeluarkan handphone dari saku celana sebelah kiri dan ingin memotretnya. Ia menutupi wajahnya dengan tangan, “Apa-apaan sih? Bukannya nolongin, malah foto-foto.” Katanya bernada kesal.


Oh, I'm sorry...

Aku mengulurkan tangan untuk menolongnya berdiri, namun ia terlanjur marah. Ia mengabaikan tanganku dan berusaha untuk berdiri sendiri. “Aku pulang saja!” bentaknya seraya membalikkan badan.

“Eh, tunggu. Jangan gitu, aku minta maaf.” Bujukku sambil mengikutinya dari belakang.

“Sudah, aku nggak mood lagi!” ia bersikeras menolak kata maafku dan terus berjalan menuruni tangga.

“Lain kali, boleh aku ajak pergi lagi, kan?” tanyaku dengan penuh harap.

“Mungkin… lain kali aku pikirkan, tidak dengan sikapmu yang seperti itu.” Jawabnya tanpa menoleh sama sekali dan terus berjalan menuju parkiran.

“Setidaknya, kata mungkin sudah menjadi kesempatan buatku.” Kataku. Ia tidak memberi jawaban, hanya menoleh dan tersenyum manis padaku. Kemudian, ia melangkah mendekat padaku lagi.

“Kita lihat saja, apa kamu bisa membuatku memberi kesempatan lain.” Tantangnya sembari tersenyum licik tepat di hadapan wajahku.

“Siapa takut.” Jawabku seiring langkahnya meninggalkan kafe itu.


Don't go anywhere... please...


Ya, kencan pertamaku dengan wanita itu gagal karena sikapku yang tidak mengenakkan saat ia terjatuh tadi. Paling tidak, aku sempat melihat tato di balik punggungnya. Tato itu yang mampu melemahkanku, aku memang lemah terhadap wanita yang memiliki tato di punggung. Seperti sebuah tujuan untuk pulang, tato di punggungnya adalah tanda di mana aku akan selalu mengejarnya supaya suatu hari nanti aku bisa memeluknya dari belakang.

Setidaknya, hari ini aku belajar. Orang-orang yang kesusahan membutuhkan bantuan dan uluran tangan, bukan hanya untuk kita saksikan atau ditertawakan. Terlebih lagi orang-orang yang kamu sayang, kan?

3 comments:

  1. setidaknya kita udah pernah bertemu dan meninggalkan sepatah kalimat :')

    ReplyDelete
  2. suka sama cerpennya
    btw mampir ya ke blog gue yerifa.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. Kayaknya pernah lihat cewek yang punya tato seperti itu, ehehe. Cerpen kedua yang aku baca, settingnya kafe (lagi).

    ReplyDelete