Thursday, January 16, 2014

Dekut

"Kuk! Kuk! Kuk! Kuk! Kuk! Kuk! Kuk!"


Suara itu sangat nyaring terdengar di kamar seorang bujang. Pria itu memiliki rambut yang cukup lebat, tebal dan berwarna hitam kelam. Dari wajahnya, ia terlihat berumur empat puluhan awal, padahal umurnya baru 30 tahun beberapa minggu yang lalu. Wajahnya yang tampak tua dipengaruhi oleh bulu-bulu halus di atas bibir, dagu serta pipinya. Tampak tak pernah ia cukur dengan rapi.

Pria itu tinggal sendirian di sebuah kamar kos yang berantakan, hanya berdua dengan jam kuno yang memiliki dekutan seekor burung pada tiap waktunya dan kadang, ada beberapa botol minuman yang masih tampak di kamar. Ia terkapar di atas pembaringan dengan posisi terlentang menyilang, kepalanya turun ke bawah di samping kasurnya, sehingga tatapan matanya akan terbalik memandang sekitar. Matanya masih menyipit dan mengantuk, memandang ke arah jam kunonya yang tadi berbunyi nyaring di sudut ruangan.


"Jam itu tidak bisa diam, selalu mengejar kemanapun aku ingin lenyap di dalam mimpi.", gumamnya.


Jendela di dekat kasurnya selalu tertutup dengan gorden, menyebabkan sinar yang masuk terhalang dan ruangan itu tampak sangat gelap dan suram. Memandang ke jendela pun ia tak mampu, tubuhnya benar-benar sudah tampak lemah dan malas untuk digerakkan. Akhirnya, ia memutuskan untuk membenarkan posisi tidurnya dan kembali tidur.


"KUK! KUK! KUK! KUK! KUK! KUK! KUK! KUK!"


Suara dekutan burung dari jam kuno itu terdengar lagi, kali ini lebih nyaring. Seperti orang yang mengejar maling di jalanan dan berteriak dengan sangat kencang. Pria itu terkejut dan matanya memandang ke arah jam kuno itu dengan kejam. Ia kesal dan sangat marah.



"Kenapa kamu selalu menggangguku?!", teriaknya ke arah jam kuno itu.


"Sampai kapan mau mengejarku?!", lanjutnya.


Jam itu tak bergeming, hanya terdiam dan kembali berdetak seperti biasa tiap detiknya. Seolah tidak peduli dengan teriakan pria tadi, ia hanya menjalankan tugasnya dan berlalu begitu saja. Dengan kesal, pria itu turun dari tempat tidurnya. Kakinya gemetaran, sudah lemah tampaknya. Ia mengambil sebuah palu di laci sebuah meja yang tampak tidak pernah digunakan. Seketika, ia mengayunkan palu itu ke arah jam dan merusaknya. Tampak burung bergelantungan di jam kuno yang ia rusak itu, lemah dan terkulai tanpa suara.


Pria itu kemudian menaruh palu ke atas meja, tidak mengembalikan ke tempat semula. Di atas meja itu ada sebuah jendela yang tidak pernah ia buka, cahaya remang tampak menembus gorden yang menutupnya. Rasa penasaran membawa tangannya meraih gorden untuk menyibak dan memandang ke luar jendela. Cahaya terang memasuki kamarnya yang berantakan. Ia sedikit mengedipkan mata, karena tidak terbiasa dengan cahaya matahari pagi yang sungguh menyilaukannya.


Sambil memicingkan mata, ia memandang ke luar jendela. Tampak jalanan yang dihiasi pohon rindang dan beberapa orang sedang berjalan di trotoar memakai pakaian yang rapi untuk bekerja. Beberapa saat sebelum pria itu menutup gordennya lagi, pandangannya terhenti di satu titik.


Tampak seorang pria tua yang berumur lima puluhan awal berdiri di seberang jalan. Pria itu tampak lusuh di antara orang-orang yang semangat berjalan menuju tempat kerja. Tubuhnya kurus dan tampak lemah dengan pakaian compang-camping dan membawa botol minuman keras.


Seorang pria tua itu juga sedang mengawasi dirinya yang mengintip di balik jendela. Mereka berpandangan layaknya sebuah cermin untuk berdandan. Orang tua itu memiliki bulu lebat di dagu, pipi, dan di atas mulutnya. Tentu saja lebih lebat dari miliknya. Keriput di wajah mulai tampak di dahinya. Ada yang ganjil dari tatapannya, seolah pria itu mengenal mata orang tua di seberang jalan. Mata orang tua itu mirip dengan matanya sendiri. Mereka berpandangan cukup lama, entah sudah berapa lama dan berapa orang yang lewat di antara mereka.


"KUK! KUK! KUK! KUK! KUK! KUK! KUK! KUK! KUK!", tiba-tiba suara dekutan burung jam kuno itu terdengar lagi nyaring di kamar itu dan pria itu terkejut setengah mati.



Fin.



3 comments:

  1. waktu takan bisa merubah kepribadian, takan bisa kau merusaknya bahkan untuk sekedar menghentikan sebentar, ia berjalan, terus berjalan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. salah satu garis besar cerita bisa dibaca, terima kasih responnya.

      Delete
  2. manusia adalah makhluk yang fana hanya menyisakan kenagan ketika mereka lenyap, tapi kenangan taakan menjadi kekal dan selamanya tanpa ada catatan waktu yang selalu mengiringinya. Salut.

    ReplyDelete