Saya adalah orang yang pelupa, tentu kalian sudah tahu itu jika sering
membaca tulisan saya. Saya memang tidak pandai mengingat, sampai saya
mencatat seluruh hal penting agar tidak lupa. Bahkan, saya butuh satu
momen yang menyadarkan dan mengingatkan saya tentang apa yang harus saya
ingat agar tidak terlambat.
Saya pernah memiliki mimpi, saya seorang pemimpi sepanjang hidup saya. Bagaimana denganmu? Apa kamu juga memiliki mimpi? Untuk saya sendiri, mimpi dan harapan adalah hal yang membuat manusia merasa hidup benar-benar hidup. Saya bermimpi untuk merasa benar-benar hidup dan berjuang. Namun, bagaimana kalau kita lupa akan mimpi yang belum tercapai?
Saya pernah memiliki mimpi, saya seorang pemimpi sepanjang hidup saya. Bagaimana denganmu? Apa kamu juga memiliki mimpi? Untuk saya sendiri, mimpi dan harapan adalah hal yang membuat manusia merasa hidup benar-benar hidup. Saya bermimpi untuk merasa benar-benar hidup dan berjuang. Namun, bagaimana kalau kita lupa akan mimpi yang belum tercapai?
***
Cerita ini bermula
saat saya berjalan di sore hari, di sekitar tempat tinggal saya tentu.
Tempat tinggal saya ada di Jogja, kota yang pasti sebagian besar sudah
kalian tahu tanpa perlu panjang-panjang saya deskripsikan. Di dekat
rumah saya, masih banyak sawah yang hijau. Di sekitar rumah saya banyak
juga kafe dan restoran yang berjejer. Dari mulai makanan Indonesia,
maupun manca negara. Saya sengaja berhenti melangkah di sebuah kafe, ya,
saya suka duduk di kafe, terutama di dekat jendela sambil memandangi
hamparan sawah hijau nan luas.
Kafe itu berdinding bata merah, lantainya terbuat dari keramik berwarna kuning gading. Saya melangkah ke dalam dan disambut dengan ramah oleh pramusajinya. "Selamat datang," begitu ucapnya sambil tersenyum. Saya kembali melangkah, menuju meja favorit saya. Namun, meja itu sudah diduduki seorang wanita berambut sebahu memakai kaca mata. Wanita itu terlihat sedang membaca buku di atas mejanya, secangkir americano hangat ada di samping bukunya. Wanita itu mengenakan kaos berwarna putih dan celana jeans berwarna biru langit.
Kafe itu berdinding bata merah, lantainya terbuat dari keramik berwarna kuning gading. Saya melangkah ke dalam dan disambut dengan ramah oleh pramusajinya. "Selamat datang," begitu ucapnya sambil tersenyum. Saya kembali melangkah, menuju meja favorit saya. Namun, meja itu sudah diduduki seorang wanita berambut sebahu memakai kaca mata. Wanita itu terlihat sedang membaca buku di atas mejanya, secangkir americano hangat ada di samping bukunya. Wanita itu mengenakan kaos berwarna putih dan celana jeans berwarna biru langit.