Saturday, May 31, 2014

Remember

Saya adalah orang yang pelupa, tentu kalian sudah tahu itu jika sering membaca tulisan saya. Saya memang tidak pandai mengingat, sampai saya mencatat seluruh hal penting agar tidak lupa. Bahkan, saya butuh satu momen yang menyadarkan dan mengingatkan saya tentang apa yang harus saya ingat agar tidak terlambat.

Saya pernah memiliki mimpi, saya seorang pemimpi sepanjang hidup saya. Bagaimana denganmu? Apa kamu juga memiliki mimpi? Untuk saya sendiri, mimpi dan harapan adalah hal yang membuat manusia merasa hidup benar-benar hidup. Saya bermimpi untuk merasa benar-benar hidup dan berjuang. Namun, bagaimana kalau kita lupa akan mimpi yang belum tercapai?
 

***

Cerita ini bermula saat saya berjalan di sore hari, di sekitar tempat tinggal saya tentu. Tempat tinggal saya ada di Jogja, kota yang pasti sebagian besar sudah kalian tahu tanpa perlu panjang-panjang saya deskripsikan. Di dekat rumah saya, masih banyak sawah yang hijau. Di sekitar rumah saya banyak juga kafe dan restoran yang berjejer. Dari mulai makanan Indonesia, maupun manca negara. Saya sengaja berhenti melangkah di sebuah kafe, ya, saya suka duduk di kafe, terutama di dekat jendela sambil memandangi hamparan sawah hijau nan luas.

Kafe itu berdinding bata merah, lantainya terbuat dari keramik berwarna kuning gading. Saya melangkah ke dalam dan disambut dengan ramah oleh pramusajinya. "Selamat datang," begitu ucapnya sambil tersenyum. Saya kembali melangkah, menuju meja favorit saya. Namun, meja itu sudah diduduki seorang wanita berambut sebahu memakai kaca mata. Wanita itu terlihat sedang membaca buku di atas mejanya, secangkir americano hangat ada di samping bukunya. Wanita itu mengenakan kaos berwarna putih dan celana jeans berwarna biru langit.

Beberapa detik saya terpaku, saya harus mengakui kalau wanita itu benar-benar manis. Lalu, saya memutuskan untuk memilih meja lain, meja yang ada tepat di depannya. Saya duduk berhadapan dengan wanita itu, sengaja, agar saya bisa memandangnya sesekali. Menikmati lukisan Tuhan, seperti saya menikmati alam di balik jendela kafe itu. Tak lama kemudian, segelas green tea latte pesanan saya datang.

Saya menikmati minuman yang saya pesan, memandang ke luar jendela, sesekali menatap wanita yang manis di depan saya. Wanita itu tidak bergeming, tak menjauhkan pandangan dari buku yang sedang ia baca. Saya menatap ke arah buku yang sedang ia baca, saat itu dia mengangkat buku itu sebentar, lalu dia menaruhnya lagi di meja. Buku novel yang sangat tebal dan kertasnya tampak kekuningan itu sepertinya saya kenal.

"Ah!" ucap saya memecahkan keheningan kafe itu. Beberapa pelayan menatap ke arah saya, termasuk wanita yang duduk di hadapan saya itu. "Itu buku Sherlock Holmers, Sir Arthur Conan Doyle. A study in scarlet, kan?" lanjut saya sambil menunjuk ke arah novel yang sedang wanita itu baca.

Wanita itu tersenyum, Tuhan, Senyumannya sangat manis. "Ya, kau benar." jawabnya. "Ini karya Sir Arthur, kisah detektif paling terkenal Sherlock Holmes itu." lanjut wanita itu.

Saya tahu dia wanita yang sangat manis, namun saya tidak begitu tertarik untuk mendekatinya lebih jauh. Pikiran saya melayang entah ke mana, tersesat dalam suatu kenangan yang sesungguhnya sulit untuk saya ingat. Ingatan yang lama sekali telah saya lupakan.

Sayup-sayup di dalam kafe itu terdengar lagu yang mengalun, suara seorang pria yang akrab di telinga saya. Saya yakin pernah mendengarkan lagu itu, namun saya lupa di mana dan kapan saya mendengarnya. Saya mengetukkan jari di atas meja beberapa kali, itu kebiasaan saya yang sedang berusaha mengingat sesuatu.

Wanita di hadapan saya memicingkan matanya, namun saya mengabaikan tatapan itu karena masih berusaha mengingat-ingat hal penting yang saya lupakan. "The Beatles," wanita itu tiba-tiba berkata demikian.

"Ha?" jawab saya sambil melongo.

"Kau sedang mengingat ini lagu siapa, kan? Ini lagu The Beatles. Judulnya Let it Be," katanya lagi.

"Ah! Ya, kau benar!" kata saya sambil menjentikkan jari kegirangan. Saya tersenyum, namun senyum itu kembali hilang karena pikiran saya kembali terusik. Berkat lagu itu, ingatan yang sudah saya lupakan mulai kembali sedikit demi sedikit. Kali ini, saya berusaha mengingatnya lagi sekuat tenaga.

"Mereka semua dari Inggris," celetuk wanita itu. Saya kembali menatapnya sambil kebingungan. "Iya, Sherlock Holmes dan The Beatles berasal dari Inggris." kata wanita itu sambil mengangkat novel di tangannya.

"Inggris?" saya mulai mengingat-ingat lagi hal yang berhubungan dengan Inggris, Sherlock Holmes, dan The Beatles.

"Sepertinya kau sedang kebingungan?" wanita itu bertanya dari mejanya.

"Ya, aku berusaha mengingat hal yang kulupakan," jawab saya.

"Berhubungan dengan Inggris?" tanyanya lagi.

"Begitulah," jawabku seadanya sambil mengembuskan napas.

"Sebuah band? Konser musik? Novel? Sepak bola? Atau..." belum sempat wanita itu menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba saya menyela, "Ah! Beasiswa!"

"Wow! Kau mendapatkan beasiswa ke Inggris?" wanita itu tampak terkejut.

"Tidak," jawab saya singkat.

"Lalu?" tanyanya.

"Bagaimana kalau aku duduk di mejamu dulu?" tanya saya.

"Silakan," jawab wanita itu sambil mengarahkan tangan pada kursi yang ada di hadapannya. Saya melangkah mendekatinya dan duduk di kursi yang ia tunjuk.

"Begini..." saya menarik napas, "Ceritanya bermula saat saya masih kecil," lanjut saya. Wanita itu tampak tertarik mendengar cerita saya, ia menutup novelnya dan meletakkan kedua tangannya di atas meja. 


***

Ingatan saya kembali ke beberapa belas tahun yang lalu. Saya memiliki seorang nenek yang baik sekali, beliau adalah orang yang merawat saya sejak kecil. Beliau juga yang memperkenalkan saya pada negara Inggris. Saat itu saya duduk di bangku kelas enam, saya mendatangi nenek setelah mendengarkan lagu di radio yang beliau nyalakan pagi itu.

"Nenek, itu lagu siapa?" tanya saya dengan polos.

"Itu lagu The Beatles, ca," jawabnya.

"The Beatles? Band terkenal?"

"Ya, terkenal di jaman nenek dulu,"

"Nenek suka band itu?"

"Sangat suka," beliau tersenyum

"Lagu apa yang nenek paling suka dari The Beatles?"

"
Let it be."

Sejak hari itu, saya selalu mendengarkan acara di radio bernama 'Beatlesmania' yang ada di pagi hari sebelum saya sekolah. Saya mulai mengenal lagu-lagu The Beatles dan menyukainya, sampai-sampai, saat saya pergi ke Jakarta, tujuan saya adalah untuk membeli kaset The Beatles.

Lagu
'Let it Be' membuat saya jatuh cinta, seperti yang nenek katakan, kalau itu lagu yang sangat bagus dan memiliki makna yang dalam. Tetapi, beberapa saat kemudian, nenek saya pergi meninggalkan kehidupan saya.

Tiap saya mendengarkan lagu-lagu The Beatles, saya selalu mengingat nenek saya. Bahkan, saat lagu
'Let It Be' mengalun, saya bisa menangis karenanya. Sayangnya, kadang kita melupakan hal-hal yang berharga karena ada yang lebih membuat nyaman. Ya, kehidupan saya yang sekarang.

***

"Wah, aku tidak tahu kalau kau memiliki kisah yang mengharukan," kata wanita itu.

"Menurutku ada yang lebih menyedihkan lagi,"

"Apa?" tanya wanita itu. 

***

Suatu hari, nenek mendatangi kamar saya. Saat itu saya sedang bermain playstation dengan santai, tiba-tiba beliau duduk di kasur saya dan menatap saya yang sedang asik bermain.

"Ca," sapanya.

"Iya, kenapa, Nek?" tanya saya.

"Nanti usahakan bisa kuliah di UGM ya, Ca," jawabnya.

"Sebisa mungkin bisa dapat beasiswa ke luar negeri juga," lanjutnya.

"Iya, Nek. Saya janji untuk berkuliah di UGM dan nanti bisa kuliah di luar negeri," kata saya sambil bermain playstation. "Nanti, saat saya sudah kuliah, nenek harus ada saat wisuda dan saat saya berangkat ke luar negeri," tambah saya.

"Aamiin..." kata beliau, lalu beliau meninggalkan kamar saya.
 

***

"Bagian mana yang menyedihkan?" tanya wanita di hadapan saya.

"Nenekku ingin sekali kuliah di Inggris dulu, namun beliau tak mampu menggapainya. Beliau menginginkan aku untuk berangkat ke sana," jawab saya.

"Lalu? Kau berhasil pergi ke sana?"

"Tidak," jawab saya singkat.

"Hmmm... bagaimana dengan nenekmu sekarang?" tanya wanita itu lagi.

"Beliau sudah meninggal, seminggu setelah mendatangi kamarku dan berbicara tentang universitas," saya tersenyum kecut.

Wanita itu mengangkat alisnya, "Maaf, aku tidak tahu," katanya.

"Tak apa, sudah lama berlalu. Beruntungnya, hari ini saya ingat semua karena Sherlock Holmes dan The Beatles,"

"Ingat tentang nenekmu?"

"Ya, ingat tentang impianku dan tentu janjiku pada nenekku," saya tersenyum dan berdiri meninggalkan wanita itu di mejanya. Saya membayar bill saya dan wanita itu di kasir, lalu berjalan menuju ke pintu keluar kafe, "Terima kasih atas perbincangan yang menyenangkan ini," kata saya sebelum keluar.

"Sama-sama," wanita itu kembali mengembangkan senyum manisnya. Saya berjalan ke luar dari kafe itu dan menatap langit yang berwarna lembayung seiring datangnya senja.

*****
 
Saya persembahkan tulisan ini untuk nenek saya dan seorang wanita yang pernah ada di hidup saya. Dua orang yang mengingatkan saya arti cinta dan kesetiaan walaupun kini mereka sudah tidak ada di hidup saya. Saya mengenal Inggris karena mereka, dari mulai sejarah, band, maupun tokoh fiksi dari negara ratu Elizabeth itu. Dulu, saya pernah memiliki janji menapakkan kaki untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, namun saya tidak mampu menggapainya saat ini.

Saya ikut ujian seleksi beasiswa satu tahun silam, sayangnya saya gagal. Lebih parahnya, saya justru mengubur impian itu sampai saya sendiri lupa ingin melanjutkan study di sana. Saat lomba menulis blog ini muncul, ingatan saya kembali pada mimpi-mimpi saya. Mungkin, saya belum bisa melanjutkan study di Inggris karena belum diterima, namun paling tidak, saya ingin menuju inggris karena dengan begitu saya sudah sedikit mendekatkan diri pada mimpi saya. Walaupun mimpi itu masih jauh, motivasi saya semakin besar karena ingatan yang kembali dari masa lalu. Setidaknya, walaupun saya gagal, saya sudah berusaha semaksimal mungkin dan tidak meninggalkan mimpi saya.

So, see you soon, ENGLAND!!!

 
hello Mister Potato


 

No comments:

Post a Comment