Thursday, December 4, 2014

Taman Kota

Saya berjalan-jalan sambil menikmati es krim di tangan bersama kekasih saya, kekasih baru saya. Baru dua bulan ini kami berhubungan, tidak butuh waktu lama kami mengenal, namun kami mampu menyatukan masing-masing hati. Berpacaran, istilah yang mungkin lebih dipahami.

Kami berjalan mengelilingi taman, taman kota yang didominasi oleh anak kecil bersama orang tuanya. Entah hanya ibu, ayah, atau malah keduanya yang menemani. Anak-anak itu berlari, menangis, tertawa, bahagia, atau bahkan hanya menyendiri tanpa suara, diam.

Saya dan kekasih saya melihat sebuah bangku kayu berwarna cokelat di salah satu sudut taman. Kebetulan, kami berdua cukup lelah setelah seharian berjalan-jalan, dari pagi hingga hampir senja.

Saya dan kekasih saya melangkah menuju bangku itu, lalu kami duduk berdampingan sambil menikmati es krim di tangan kami. Kami masih terdiam, suara anak kecil dan gemerisik daun lebih berisik dari kami tentu.

'Sesungguhnya, aku bodoh perkara hati dan cinta,' kekasih saya memecahkan keheningan di antara kami. Ia berkata sambil menatap beberapa anak kecil yang sedang asik bermain di kolam pasir.
Saya menatapnya, mengerenyitkan dahi, 'Maksud kamu?'

'Bagaimana bisa kita yang baru berkenalan, tiba-tiba memiliki hubungan? Ada juga yang lama kenal, namun akhirnya tak bisa memiliki hubungan sama sekali. Atau bahkan, lama berhubungan, tidak sampai ke pelaminan. Ada juga yang....' Saya menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia menatap saya heran, kemudian, saya menunjuk ke sekeliling taman.

'Kamu tidak paham tentang cinta?' tanya saya. Ia hanya menganggukkan kepalanya.

'Kita buat mudah, kamu lihat anak-anak yang bermain di taman?' tanya saya lagi dan tentu hanya anggukan kepala yang kekasih saya lakukan. Saya melihat jam tangan di tangan kiri saya.

'Lima menit lagi matahari terbenam,' kata saya. 'Tunggulah sebentar lagi,' lanjut saya.

'Ada apa?' Ia membelalakan mata.

'Sudah, nikmati saja es krimmu, lima menit lagi akan ada jawaban dari semua pertanyaanmu tadi,' saya kembali menikmati es krim di tangan saya.

Kami duduk menunggu matahari terbenam, selama lima menit kami hanya duduk sambil menikmati es krim di tangan.

'Nak, sudah waktunya pulang,' seorang ibu berteriak. Tidak hanya ibu itu yang mengajak anaknya pulang, orang tua lain pun mengajak anaknya pulang. Kurang dari tiga menit, taman sudah kosong, hanya ada beberapa orang dewasa termasuk saya dan kekasih saya.

'Lalu, apa jawabannya sudah kamu dapatkan?' tanya saya pada kekasih saya.

'Aku tidak paham, taman justru semakin sepi,' ia menggelengkan kepalanya.

Saya tersenyum dan berkata: 'Menurutku, cinta itu polos seperti anak kecil yang ada di taman ini tadi. Mungkin, ia akan terlihat bermain-main, kadang luka, kadang bahagia, kadang menangis, kadang tertawa dan lain sebagainya. Yang pasti, cinta tahu kemana harus pulang. Seperti anak-anak itu, mereka pulang ke orang tuanya.'

Kekasih saya mengembuskan napas perlahan, 'Kalau begitu, semoga kamu benar-benar tempatku pulang dan vice versa,' katanya. Dalam hati, saya mengamini beribu kali.

-Dion-