“Aku dengar, di fakultas ekonomi
ada hantu mahasiswi yang sering muncul saat kelas malam.”
“Iya, katanya sih begitu.”
“Semoga di fakultas kita nggak
ada cerita seram seperti itu.”
Hari senin, siang ini di kantin kampus, Ratna
sedang menyantap nasi goreng bersama dua temannya, Tasya dan Sita. Ratna mendengarkan cerita kedua temannya dengan seksama yang sedari tadi membahas urban legend di kampusnya.
Ratna, Sita dan Tasya adalah
mahasiswi baru di sebuah universitas
negeri ternama di kota Yogyakarta. Bedanya, Ratna bukan penduduk asli kota
gudeg tersebut, ia datang jauh dari kota kembang, Bandung. Mereka bertiga
berkenalan saat satu kelompok di ospek fakultas dan berteman hingga sekarang.
Berbeda dari kedua temannya,
Ratna adalah perempuan yang cukup pendiam dan tidak banyak bicara, terlebih lagi
saat Tasya dan Sita bercerita tentang kejadian horror, Ratna tidak suka karena
ia penakut.
“Na, kamu sariawan? Dari tadi
diam aja,” Sita menepuk pundak Ratna yang masih berusaha tidak mendengar cerita
seram yang sedang dibicarakan kedua temannya.
“Nggak,” jawab Ratna seadanya.
“Ah, aku lupa! Ratna kan memang
penakut,” timpal Tasya.
“Oh, iya,” Sita menyunggingkan
bibirnya.
“Padahal, aku baru saja mau cerita
tentang kos kamu, Na,” Tasya menatap Ratna dalam-dalam.
“Cerita apa, Sya?” Ratna
memicingkan matanya.
“Iya, apa?” Sita menimpali.
“Nggak deh, nanti Ratna makin
ketakutan,” Tasya mengangkat bahunya.
“Ayo dong cerita, aku penasaran,”
rengek Sita.
“Hmmm, Ratna nggak apa-apa nih?”
Ratna menggelengkan kepalanya dan
meletakkan sendok untuk mendengar cerita Tasya, “Nggak, nggak apa-apa, cerita
aja.”
“Beneran?”
“Udah, buruan cerita,”
“Iya, nggak apa-apa, cerita aja.”
“Ini tentang kos kamu, Na,” Tasya
mengecilkan suaranya, seolah sedang berbisik pada kedua temannya.
“Aku dengar dari teman SMA-ku,
kos yang kamu tinggali itu bekas rumah tua yang berhantu,” tambahnya.
Keheningan terjadi beberapa saat
di antara mereka bertiga, Sita memasang muka yang berkata “lanjutkan ceritanya,” namun Ratna sebaliknya, ia tampak kecewa
dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Jadi, katanya di kos Ratna itu
dulu ada cewek yang…”
“Udah, ah. Balik ke kelas, yuk.
Aku nggak mau dengar,” Ratna berdiri dari tempat duduknya.
“Yah… penonton kecewa,” Sita
mengeluh.
“Hahaha, ya sudah, nanti aku
certain ke kamu, Ta. Kasihan Ratna juga, nanti nggak bisa tidur di kos karena
ketakutan,” seloroh Tasya.
“Bodo amat! Yuk, ke kelas,” ajak
Ratna. Belum juga kaki Ratna melangkah, tangannya sudah ditahan oleh Tasya.
“Tapi, kalau benar di kos kamu
ada hantu gimana?” kali ini wajah Tasya tampak sangat serius.
Ratna mengayunkan tangannya agar
genggaman Tasya terlepas, “Aku nggak mau dengar,” dan ia melangkah meninggalkan
dua temannya di kantin menuju kelas.
*
Hari kamis, pada sore hari yang
cerah. Ratna baru saja menyelesaikan kelasnya dan langsung kembali ke kos. Ia
masuk ke dalam kamar dan langsung berbaring di atas tempat tidur. Tak lama
kemudian, ia terlelap.
*
Suara dering telepon terdengar,
Ratna meraba-raba kamarnya yang gelap mencari telepon genggamnya. Ia menatap
layar handphone-nya dan mendapati nama Tasya di sana.
“Ya, halo?”
“Na, aku mau ke rumah Sita. Kamu
mau ikut nggak?”
“Nggak deh, aku capek banget. Ini
aja baru bangun, mandi juga belum dari tadi.”
“Oh, ya udah kalau gitu, met
istirahat, ya.”
“Oke.”
“Eh, Na.”
“Kenapa, Sya?”
“Cuma mau ingetin aja, ini malam
jumat kliwon,” gelak tawa Tasya meledak. Ratna langsung menutup teleponnya
dengan kesal. Ia melihat kalau kamarnya sudah gelap, bahkan tidak ada cahaya
matahari lagi yang tampak di jendela kosnya. Ratna memandangi layar handphone
dan mendapati kalau hari sudah menunjukkan pukul 20.00. Ia bangun dari kasur
dan menutup gordennya, lalu ia menyalakan lampu kamarnya.
Malam itu, kos Ratna terasa lebih
sepi dari biasanya. Kos Ratna memang sebuah bangunan lama yang sudah
direnovasi. Terdapat 10 kamar yang terdiri dari dua lantai. Masing-masing
lantai memiliki lima kamar, di pintu masuk kos terdapat satu kamar lagi untuk
penjaga.
Kos Ratna sendiri ditinggali oleh
7 orang wanita, 3 kamar lainnya masih tanpa penghuni. 5 kamar di bawah terisi
penuh, sedangkan Ratna berada di lantai 2 bersama dengan teman sebelah kamarnya
yang bernama Susi.
Ratna keluar dari kamarnya untuk
melihat anak kos lainnya. Yang pertama, ia melihat ke kamar Susi. Kamar itu
gelap dan tampak sedang ditinggal oleh penghuninya.
Ratna berjalan turun melewati
tangga dan mendapati semua kamar tidak menyalakan lampu, kecuali kamar Lila,
salah satu penghuni kos di lantai pertama.
Ratna bergegas menuju kamar Lila,
tiba-tiba Lila keluar dari kamarnya membawa sebuah tas ransel besar dan
mematikan lampu kamarnya.
“Lho, kak Lila mau keluar?”
“Eh, Ratna. Nggak, aku mau pulang
ke Wonosobo,” jawab Lila seraya mengunci pintu kamarnya.
“Oh, gitu. Terus, anak-anak lain
pada kemana?”
“Mereka juga pulang, Na. Mumpung
besok senin libur nasional,” Lila mengangkat tas ransel ke punggungnya, “Ya,
udah. Gue balik dulu, Na. Travelnya udah nunggu di depan,” Lila pun berjalan melewati
Ratna.
“Yah, aku sendirian dong,” keluh
Ratna.
“Tenang, kan ada mas Jito.
Penjaga kos kita yang paling setia," ucap Lila sambil berlalu.
Beberapa saat kemudian, Lila
sudah meninggalkan Ratna sendirian di kos. Hawa dingin menusuk kulit Ratna, ia
pun memutuskan kemali ke kamarnya.
Sesampai di kamar, Ratna mengambil
handphone dan menelpon Tasya.
“Sya, kamu nginep di kos aku
dong. Ajak Sita juga nggak apa-apa.”
“Loh, emang ada apa, Na?”
“Aku sendirian nih di kos,
anak-anak kos pada balik. Aku lupa kalau ini long weekend.”
“Ciyeee… ada yang ketakutan nih,”
terdengar suara Sita tertawa dari kejauhan.
“Ah, jahat kalian. Ayo dong ke
kos, nginep sini.”
“Iya, tunggu aja. Nanti aku dan
Sita ke sana.”
“Sip, jangan bohong.”
Ratna menutup teleponnya. Untuk
menunggu teman-temannya datang, ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.
Membuang waktu, supaya tidak kepikiran tentang sepinya kos itu, pikirnya.
*
Ratna mengambil handuk yang ia
gantung di pintu kamar mandi, ia mengeringkan tubuhnya, lalu memakai pakaian
yang sudah ia siapkan. Belum selesai ia mengenakan pakaian, lamat-lamat
terdengar suara langkah di kamarnya. Awalnya, Ratna tidak peduli, tapi karena
suara itu semakin ketara, ia penasaran.
Ratna menggenggam knop pintu
kamar mandinya, tiba-tiba saja lampu mati. Dengan cepat ia memutar knop pintu
dan berhambur keluar kamar mandi.
“BAAA!”
Ratna tersentak sampai terjatuh
oleh teriakan itu, ia menutup telinganya dan meringkuk di lantai. Suara tawa
meledak, Ratna hapal betul suara itu, suara tawa Tasya. Ia pun mengangkat
kepalanya dan melihat Tasya sedang terpingkal-pingkal menatapnya.
“Sya!”
“Hahaha, sorry, Na. Tapi ekspresi
kamu lucu banget.”
“Nggak, ini nggak lucu!” Ratna
berdiri sambil menekuk mukanya yang memerah karena marah bercampur malu.
“Hahaha… maap, ya, Ratnaku
sayang.” Tasya membujuk.
“Udah deh, jangan gitu lagi.
Untung aku nggak sakit jantung.”
“Iya, maaf ya.” Tasya tersenyum
sambil memeluk Ratna dari belakang.
Walaupun kesal, Ratna sendiri
merasa aman karena temannya sudah datang menemaninya. Malam itu ia tidak lagi
sendirian.
“Eh, Sya. Sita kemana?” tanya
Ratna sambil mengeringkan rambutnya di depan kaca rias.
“Dia mau pergi ke Solo besok pagi
sama keluarga, makanya nggak jadi ikut,” Tasya berbaring di kasur sambil
membuka buku novel yang ada di meja Ratna.
“Oh, gitu.”
Telepon genggam Ratna berdering.
“Eh, Na. Aku boleh bikin teh,
kan?” tanya Tasya.
“Boleh, itu dispensernya ada di
pojok,” Ratna melihat ke arah Tasya dari cerminnya.
Tasya bangkit dari tempat tidur,
ia mengambil gelas dan berjalan menuju dispenser. Ratna melihat ke arah telepon
genggamnya dan membuka pesan yang baru saja masuk.
From: Tasya Dania
Ratna, aku sama Sita agak telat, ya. Ini ban motorku bocor. Mungkin 15
menit lagi sampai.
“Loh, Sya, kamu ngapain sms aku?"
“Oh, itu udah dari tadi kok. Mungkin pending dan baru masuk sekarang.”
Ratna selesai mengeringkan
rambutnya, lalu ia terpaku sambil menatap bayangannya di cermin sejenak.
“Sya, di sms, kamu bilang
ngajakin Sita. Kok tadi kamu bilang dia mau ke Solo?” Ratna memicingkan
matanya, kali ini tatapannya berpindah ke arah Tasya dari cerminnya. Tampak Tasya masih duduk di
depan dispenser sambil mengaduk gelasnya yang berisi teh.
Tasya tidak menjawab, kamar menjadi hening beberapa saat.
“Sya,” Ratna menengok pada
Tasya perlahan, Tasya masih tidak menjawabnya.
Ratna berdiri dan menghampiri Tasya. Ia menepuk pundak Tasya. Tasya tiba-tiba memutar kepalanya 180
derajat, menatap Ratna, menyeringai dengan muka penuh darah.
*
Handphone Ratna berdering,
terlihat sebuah pesan baru saja masuk.
From: Tasya Dania
Na, kamu pergi? Kamar kamu kosong, lampunya juga mati. Kalau pergi
kabarin dong, aku dan Sita kan udah keburu sampai kosmu. Kami balik
aja deh.
Fin.
PS: Jangan tidur sendirian