Thursday, February 11, 2016

...dan Vice Versa

Selamat pagi, hari kamis.

Saya menyapa seperti orang yang kaku, toh memang begitu keadaannya. Saya kembali menjalani hidup seperti dulu. Bangun pagi—kerja—pulang—tidur, berulang seperti itu sampai akhirnya saya sempat menemukanmu, dulu.

Sayangnya, terselip kata sempat.

Saya hanya meratapi doa-doa yang tak dikabulkan-Nya, doa-doa agar kau adalah tepat. Saya tidak ingin kau hanya menjadi persinggahan, tapi menetap. Namun, saya hanya mendapat tamparan telak dan kuat.

***

Saya menatap layar komputer di ruang kerja dengan kebingungan, seolah daya pikir saya menghilang selama 2 hari penuh hujan. 2 hari tanpa senyuman. 2 hari tanpa aroma tubuhmu yang memabukan.

Saya tersadar, membencimu hanya menghadirkan pedih pada hati kita. Kita sering menghiraukan, bahwa memaafkan diri sendiri lebih penting dari sekadar meminta maaf atau memaafkan orang lain. Di sini saya berjuang memaafkan diri sendiri karena sempat mengutukmu di dalam doa & membunuhmu dalam perasaan.

***

Saya berjumpa dengan seorang bijak, ia berkata: "Perbuatan baikmu sekarang, akan berbalas dengan hal baik suatu saat nanti. Siapa yang menabur, ia yang menuai."

Saya meng-aamiin-kan kalimatnya, sekaligus menambahkan, "...dan vice versa" di belakangnya.

No comments:

Post a Comment