Friday, September 29, 2017

INTROVERT



image: http://www.quietrev.com/6-illustrations-that-show-what-its-like-in-an-introverts-head/




Introvert [noun, adjective in-truh-vurt; verb in-truh-vurt]

  • a shy person
  • Psychology. a person characterized by concern primarily with his orher own thoughts and feelings (opposed to extrovert ).
  • Zoology. a part that is or can be introverted.


Begitu pengertian yang saya dapat dari dictionary.com.


Sudah lama sekali saya tidak menulis di blog ini, saya yakin tidak ada juga yang menunggu saya menulis. Namun, saya ingin kembali mengasah kemampuan saya dalam menulis, saya merasa rindu pada dunia tulis-menulis dan membaca buku. Maka itulah, pada posting kali ini, saya mengasah tulisan dengan membahas tentang introvert. Kenapa? Karena saya merasa diri saya memiliki kepribadian introvert ini.

Introver sendiri adalah kepribadian orang yang lebih melihat pada diri sendiri, lebih fokus dan memikirkan apa yang terjadi pada dirinya, perasaannya, dan suasana hatinya. Orang-orang introvert ini sendiri digambarkan sebagai orang yang pendiam, tenang dan mawas diri.

Orang introvert bukanlah orang yang tidak ingin bersosialisasi, jadi jangan salah arti. Mereka tidak masalah untuk bersosialisasi asalkan lingkungannya tepat dan cukup dikenalnya, sehingga memunculkan perasaan nyaman.

Namun, orang-orang introvert merasa dirinya melepaskan banyak energi saat bersosialisasi dengan orang lain, membuatnya cukup merasa lelah. Ini berkebalikan dengan mereka yang extrovert, orang extrovert justru merasa mendapat energi dengan bersosialisasi. Karena menghabiskan banyak energi saat berkumpul dengan banyak orang ini, pada akhirnya mereka yang introvert membutuhkan waktu untuk diri sendiri, waktu di mana mereka bisa mengisi energinya kembali.

Wednesday, January 11, 2017

Menjalani Hidup Tanpa Kantung Empedu


Selamat pagi, siang, sore, ataupun malam. kapanpun kalian membaca tulisan ini. Pertama-tama, saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya kepada semua orang yang pernah saya rugikan, sehingga menganggap saya orang jahat yang tidak layak memiliki hidup bahagia. Mohon maaf karena merugikan dan telah memberi kesan buruk selama ini.


Lalu, saya juga ingin berterimakasih kepada semua orang yang tetap menganggap saya mampu berubah menjadi lebih baik, menjadi orang sukses yang berguna, bisa membanggakan orang-orang yang mencintai saya. Saya memanjatkan doa-doa baik untuk kalian semua, tidak terkecuali. Karena tanpa kalian, saya tidak bisa berjuang menjalani semua ini.



***


Bulan september kemarin, tepatnya sehari setelah Idul Adha, saya mengalami sakit perut yang luar biasa. Tepatnya di ulu hati yang menjalar hingga ke punggung saya. Saya pikir itu hanya sakit maag biasa, karena dua tahun belakangan saya juga sering merasakan sakit ulu hati seperti ini. Biasanya, saya meminum obat maag dan sakitnya langsung hilang beberapa saat kemudian.

Akan tetapi, perubahan saya rasakan ketika BAK (buang air kecil) dan BAB (buang air besar), karena curiga ada yang memburuk dengan keadaan sistem pencernaan, saya pun memberanikan diri untuk datang ke dokter spesialis penyakit dalam.

Di sebuah rumah sakit swasta, di kota Jogja tercinta, saya bertemu seorang dokter spesialis penyakit dalam. Di pemeriksaan awal ini, saya sempat menjalani USG dan hasilnya tidak ditemukan batu dalam kantung empedu. Karena itu, beliau mengatakan kepada saya, kalau saya hanya terkena maag dan diberikan obat beserta enzim untuk pencernaan.

Seminggu saya jalani dengan baik-baik saja, tidak mengalami sakit lagi, bahkan saya bisa makan pedas sesuka hati. Namun, beberapa hari kemudian saya merasakan sakit yang teramat hebat, lebih hebat dari biasanya. Tampak perubahan fisik terjadi pada mata dan kulit saya, semuanya mulai berwarna kuning.

Saya kembali ke rumah sakit, kali ini memilih dokter yang berbeda. Tepat tanggal 22 September, saya harus opname. Dokter ini mengatakan kalau saya terkena pembengkakan liver, atau biasa disebut hepatitis. Saya terpaksa dirawat selama 10 hari di rumah sakit.

Setelah 10 hari di rawat, saya dibolehkan pulang dan meminum obat jalan. Saya harus kontrol tiap 2 minggu sekali dan harus cek darah sebelum pemeriksaan. Hari-hari saya jalani dengan berat, bahkan sakit di ulu hati masih terasa secara periodik. Tepatnya, seminggu sekali saya merasakan kambuh yang teramat sangat. Bahkan kali ini lebih parah, karena sakit yang saya alami berlangsung selama kurang lebih 12 jam dan merambat ke sekitar tulang belikat kanan.


***


3 bulan setelah saya divonis hepatitis, dokter mulai mencurigai penyakit saya bukan dikarenakan virus hepatitis. Kecurigaan dokter didasari oleh berat badan yang turun 15 kilogram dan mata beserta tubuh saya masih terlihat kuning. Beliau meminta saya untuk menjalani pemeriksaan CT Scan, lalu membawa hasilnya 3 hari kemudian.

Hasil pemeriksaan CT Scan menunjukkan kalau empedu saya bersih dari batu, namun ada pelebaran di saluran empedu, belum diketahui penyebab pastinya. Akhirnya, dokter meminta saya untuk menjalani pemeriksaan yang lebih teliti lagi menggunakan MRI atau MRCP.

Seminggu kemudian, hasil MRCP keluar dan saya kembali bertemu dokter. Terlihat batu empedu mengendap di saluran empedu saya, besarnya kurang lebih 1,5cm. Pembengkakan pada liver saya ternyata bukan dikarenakan virus, tapi lebih disebabkan karena penyumbatan saluran empedu ini. Cairan empedu saya tidak mampu mengalir seperti semula dan membuat aliran balik ke dalam liver. Cairan itu juga masuk ke dalam darah dan membuat mata beserta kulit saya menjadi kuning. Dokter menyarankan saya untuk menjalani operasi , beliau memberi rujukan kepada dokter bedah digestif. Hari itu juga saya harus opname (lagi).

from google.com



Perasaan campur aduk saya rasakan, karena ini pengalaman pertama menjalani operasi. Dokter bedah mengunjungi saya pada hari berikutnya, dan memberitahukan bahwa operasi akan dijalani 3 hari kemudian (tepat tanggal 22 desember) dengan cara bedah konvensional.

Perlu kalian ketahui, operasi dapat dilakukan dengan 2 cara:
  1. Bedah konvensional: dengan cara membuka bagian tubuh dengan luka sayatan lebar. (untuk saya pribadi, perut ini disayat sepanjang 15cm)
  2. Bedah laparoskopi: luka sayatan kecil, hanya sekitar 1cm dan menggunakan selang robotik. (lebih baik teman cari sendiri di google, karena saya bukan ahli untuk menjelaskan hal-hal yang berbau kedokteran)


Tanggal 22 desember tiba, saya diberitahu perawat untuk memasang 2 macam selang. Selang untuk lambung yang dimasukan melalui hidung dan selang kateter untuk mengeluarkan cairan urin. Kedua selang itu sama-sama menyakitkan, terlebih lagi selang kateter yang dimasukkan melalui alat kelamin.  Sejujurnya, saya merasa stress sebelum operasi. Bukan karena operasinya, saya justru ketakutan di saat pemasangan selang kateter untuk urin.

Setelah selesai memasang semua selang dan mengenakan baju operasi, saya dibawa ke ruang persiapan operasi. Keluarga dan pacar saya menemani sebelum saya masuk ke ruang persiapan, saya pun meminta doa dari mereka.

Setelah 15 menit menunggu di ruang persiapan, saya pun dibawa ke ruang operasi oleh beberapa orang. Ternyata ruang operasi itu dingin sekali, mungkin memang diatur seperti itu agar tetap steril. Seorang dokter berpakaian hijau (khas operasi) menghampiri saya dan memberi beberapa suntikan di saat saya sedang berdoa dan berdzikir, tak lama kemudian saya kehilangan kesadaran di bawah pengaruh bius total.

Saya menjalani operasi selama 2,5 jam, setelah itu saya dibawa ke ruangan pasca operasi dan akhirnya dibawa kembali ke kamar. Orang tua dan pacar saya sudah menunggu, alhamdulillah operasi saya berjalan lancar. Bahkan, saya diberi oleh-oleh dari sang dokter bedah berupa batu empedu. Kata dokter bedah, kantung empedu saya terpaksa diangkat juga karena mengalami infeksi dan saya harus hidup tanpa kantung empedu mulai sekarang.


***


Sekarang, saya sudah melalui 2 minggu lebih sejak operasi dijalankan. Luka di kulit saya sudah mengering, saya sudah mandi seperti biasa. Namun, rasa nyeri masih terasa di perut bagian kanan, karena penyembuhan luka di bagian dalam perut memang lebih lama dari luka luarnya. Saya harus beristirahat selama 1-2 bulan dan tidak boleh angkat beban lebih dari 5 kg selama 6 -12 bulan.

Pasca operasi, perut saya masih sering kembung, itu merupakan hal wajar karena saya kehilangan satu organ dalam pencernaan. Saya pun harus menjaga pola makan, sehingga sampai saat saya menulis blog ini, saya memilih catering untuk menjaga kesehatan pencernaan dan metabolisme saya.

Dulu, saya tidak suka memakan buah apel, sekarang saya harus memakannya. Karena pada kenyataannya, buah apel mampu mencegah batu empedu. Seperti itulah manusia, dulu tidak mau, sekarang butuh. Dulu diremehkan, sekarang menyanjung mati-matian. Dalam berbagai hal, kita adalah sosok yang akan butuh saat sudah tersudut dalam keadaan hidup dan mati. Seperti saya sekarang.

Saya harus berterimakasih banyak pada keluarga yang selalu menemani saya dan menerima kepulangan saya, apapun keadaannya. Saya juga harus berterimakasih pada pacar yang setia menemani siang-malam di rumah sakit, bahkan tidak jijik melihat cairan urin saya yang keluar melalui kateter selama dirawat. Adakah orang-orang setia seperti mereka di hidupmu? Pertahankan, tidak ada yang lebih nyaman dari mereka yang mampu menerima keadaanmu dalam tiap kepulangan. Itulah rumah sejati yang kita butuhkan.

Tidak lupa juga, saya harus banyak berterimakasih pada teman-teman yang telah menjenguk, mendoakan, dan memberi saya semangat untuk sembuh. Bahkan ada teman yang menunggu saya pulih dan bersedia menampung saya untuk bekerja, tidak ada yang lebih indah dari mereka yang tetap percaya pada sosok pendosa ini.


***


So, buat teman-teman, atau siapapun yang mengalami kejadian seperti saya, jangan menyerah. Kita masih bisa menjalani hidup dengan wajar. Saya mencoba untuk dapat bekerja lagi (walaupun sampai saat ini saya masih termasuk dalam unemployed club karena memilih resign saat divonis sakit hepatitis dan disuruh beristirahat selama 3 bulan), saya bisa naik kendaraan sendiri keluar rumah, tapi memang fisik saya masih terasa lemah dan cepat merasa lelah.

Ya, banyak yang sudah saya lewatkan selama saya sakit, dari mulai pekerjaan yang harus saya tinggalkan, pernikahan saudara, pernikahan sahabat, jalan-jalan keluar kota, banyak projek terbengkalai seperti youtube dan buku, hingga rejeki yang ditawarkan. Rejeki mungkin tidak akan tertukar, namun kenyataannya, kita bisa kehilangan karena tidak mampu menjaga kesehatan. Jadi, marilah hidup sehat mulai sekarang, sebelum terlambat dan banyak kehilangan dalam sisa hidup kita. Toh, pada akhirnya, kita mampu menikmati kerja keras di saat benar-benar sehat.


Terimakasih sudah membaca cerita saya, semoga kita selalu diberi rejeki yang berlimpah, pekerjaan yang halal, kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin.





Aditya Dion M., 11 Januari 2017