Selamat pagi, siang, sore, ataupun malam. kapanpun kalian membaca
tulisan ini. Pertama-tama, saya ingin memohon maaf sebesar-besarnya kepada
semua orang yang pernah saya rugikan, sehingga menganggap saya orang jahat yang
tidak layak memiliki hidup bahagia. Mohon maaf karena merugikan dan telah
memberi kesan buruk selama ini.
Lalu, saya juga ingin berterimakasih kepada semua orang yang
tetap menganggap saya mampu berubah menjadi lebih baik, menjadi orang sukses
yang berguna, bisa membanggakan orang-orang yang mencintai saya. Saya
memanjatkan doa-doa baik untuk kalian semua, tidak terkecuali. Karena tanpa
kalian, saya tidak bisa berjuang menjalani semua ini.
***
Bulan september kemarin, tepatnya sehari setelah Idul
Adha, saya mengalami sakit perut yang luar biasa. Tepatnya di ulu hati yang menjalar hingga ke punggung saya. Saya pikir itu hanya sakit maag biasa, karena dua tahun
belakangan saya juga sering merasakan sakit ulu hati seperti ini. Biasanya,
saya meminum obat maag dan sakitnya langsung hilang beberapa saat kemudian.
Akan tetapi, perubahan saya rasakan ketika BAK (buang air
kecil) dan BAB (buang air besar), karena curiga ada yang memburuk dengan keadaan sistem pencernaan, saya
pun memberanikan diri untuk datang ke dokter spesialis penyakit dalam.
Di sebuah rumah sakit swasta, di kota Jogja tercinta, saya
bertemu seorang dokter spesialis penyakit dalam. Di pemeriksaan awal ini, saya
sempat menjalani USG dan hasilnya tidak ditemukan batu dalam kantung empedu. Karena itu,
beliau mengatakan kepada saya, kalau saya hanya terkena maag dan diberikan obat beserta enzim untuk pencernaan.
Seminggu saya jalani dengan baik-baik saja, tidak mengalami
sakit lagi, bahkan saya bisa makan pedas sesuka hati. Namun, beberapa hari
kemudian saya merasakan sakit yang teramat hebat, lebih hebat dari biasanya. Tampak perubahan fisik terjadi pada mata dan kulit saya, semuanya mulai berwarna kuning.
Saya kembali ke rumah sakit, kali ini memilih dokter yang
berbeda. Tepat tanggal 22 September, saya harus opname. Dokter ini mengatakan
kalau saya terkena pembengkakan liver, atau biasa disebut hepatitis. Saya terpaksa
dirawat selama 10 hari di rumah sakit.
Setelah 10 hari di rawat, saya dibolehkan pulang dan meminum
obat jalan. Saya harus kontrol tiap 2 minggu sekali dan harus cek darah sebelum pemeriksaan. Hari-hari saya jalani dengan berat, bahkan sakit di
ulu hati masih terasa secara periodik. Tepatnya, seminggu sekali saya merasakan
kambuh yang teramat sangat. Bahkan kali ini lebih parah, karena sakit yang saya alami berlangsung selama kurang lebih 12 jam dan merambat ke sekitar tulang belikat kanan.
***
3 bulan setelah saya divonis hepatitis, dokter mulai mencurigai penyakit saya bukan dikarenakan virus hepatitis. Kecurigaan dokter didasari oleh berat badan yang turun 15 kilogram dan mata beserta tubuh saya
masih terlihat kuning. Beliau meminta saya untuk menjalani pemeriksaan CT Scan, lalu membawa hasilnya 3 hari kemudian.
Hasil pemeriksaan CT Scan menunjukkan kalau empedu saya
bersih dari batu, namun ada pelebaran di saluran empedu, belum diketahui penyebab
pastinya. Akhirnya, dokter meminta saya untuk menjalani pemeriksaan yang lebih
teliti lagi menggunakan MRI atau MRCP.
Seminggu kemudian, hasil MRCP keluar dan saya kembali bertemu
dokter. Terlihat batu empedu mengendap di saluran empedu saya, besarnya kurang
lebih 1,5cm. Pembengkakan pada liver saya ternyata bukan dikarenakan virus, tapi lebih disebabkan karena penyumbatan saluran empedu ini. Cairan empedu saya tidak
mampu mengalir seperti semula dan membuat aliran balik ke dalam liver. Cairan itu juga masuk ke dalam darah dan membuat mata beserta kulit saya menjadi kuning. Dokter
menyarankan saya untuk menjalani operasi , beliau memberi rujukan kepada dokter bedah
digestif. Hari itu juga saya harus opname (lagi).
|
from google.com |
Perasaan campur aduk saya rasakan, karena ini pengalaman
pertama menjalani operasi. Dokter bedah mengunjungi saya pada hari berikutnya, dan memberitahukan
bahwa operasi akan dijalani 3 hari kemudian (tepat tanggal 22 desember) dengan
cara bedah konvensional.
Perlu kalian ketahui, operasi dapat dilakukan dengan 2 cara:
- Bedah
konvensional: dengan cara membuka bagian tubuh dengan luka sayatan lebar.
(untuk saya pribadi, perut ini disayat sepanjang 15cm)
- Bedah
laparoskopi: luka sayatan kecil, hanya sekitar 1cm dan menggunakan selang
robotik. (lebih baik teman cari sendiri di google, karena saya bukan ahli untuk
menjelaskan hal-hal yang berbau kedokteran)
Tanggal 22 desember tiba, saya diberitahu perawat untuk
memasang 2 macam selang. Selang untuk lambung yang dimasukan melalui hidung dan
selang kateter untuk mengeluarkan cairan urin. Kedua selang itu sama-sama
menyakitkan, terlebih lagi selang kateter yang dimasukkan melalui alat kelamin. Sejujurnya, saya merasa stress sebelum
operasi. Bukan karena operasinya, saya justru ketakutan di saat
pemasangan selang kateter untuk urin.
Setelah selesai memasang semua selang dan mengenakan baju operasi,
saya dibawa ke ruang persiapan operasi. Keluarga dan pacar saya menemani sebelum
saya masuk ke ruang persiapan, saya pun meminta doa dari mereka.
Setelah 15 menit menunggu di ruang persiapan, saya pun dibawa
ke ruang operasi oleh beberapa orang. Ternyata ruang operasi itu dingin sekali,
mungkin memang diatur seperti itu agar tetap steril. Seorang dokter berpakaian
hijau (khas operasi) menghampiri saya dan memberi beberapa suntikan di saat
saya sedang berdoa dan berdzikir, tak lama kemudian saya kehilangan kesadaran
di bawah pengaruh bius total.
Saya menjalani operasi selama 2,5 jam, setelah itu saya
dibawa ke ruangan pasca operasi dan akhirnya dibawa kembali ke kamar. Orang tua
dan pacar saya sudah menunggu, alhamdulillah operasi saya berjalan lancar. Bahkan,
saya diberi oleh-oleh dari sang dokter bedah berupa batu empedu. Kata dokter
bedah, kantung empedu saya terpaksa diangkat juga karena mengalami infeksi dan
saya harus hidup tanpa kantung empedu mulai sekarang.
***
Sekarang, saya sudah melalui 2 minggu lebih sejak operasi
dijalankan. Luka di kulit saya sudah mengering, saya sudah mandi seperti
biasa. Namun, rasa nyeri masih terasa di perut bagian kanan, karena penyembuhan luka di bagian dalam perut memang lebih lama dari luka luarnya. Saya harus
beristirahat selama 1-2 bulan dan tidak boleh angkat beban lebih dari 5 kg
selama 6 -12 bulan.
Pasca operasi, perut saya masih sering kembung, itu merupakan
hal wajar karena saya kehilangan satu organ dalam pencernaan. Saya pun harus
menjaga pola makan, sehingga sampai saat saya menulis blog ini, saya memilih
catering untuk menjaga kesehatan pencernaan dan metabolisme saya.
Dulu, saya tidak suka memakan buah apel, sekarang saya harus
memakannya. Karena pada kenyataannya, buah apel mampu mencegah batu empedu. Seperti
itulah manusia, dulu tidak mau, sekarang butuh. Dulu diremehkan, sekarang
menyanjung mati-matian. Dalam berbagai hal, kita adalah sosok yang akan butuh
saat sudah tersudut dalam keadaan hidup dan mati. Seperti saya sekarang.
Saya harus berterimakasih banyak pada keluarga yang selalu
menemani saya dan menerima kepulangan saya, apapun keadaannya. Saya juga harus
berterimakasih pada pacar yang setia menemani siang-malam di rumah sakit,
bahkan tidak jijik melihat cairan urin saya yang keluar melalui kateter selama
dirawat. Adakah orang-orang setia seperti mereka di hidupmu? Pertahankan, tidak
ada yang lebih nyaman dari mereka yang mampu menerima keadaanmu dalam tiap
kepulangan. Itulah rumah sejati yang kita butuhkan.
Tidak lupa juga, saya harus banyak berterimakasih pada teman-teman yang telah menjenguk, mendoakan, dan memberi saya semangat untuk sembuh. Bahkan ada teman yang menunggu saya pulih dan bersedia menampung saya untuk bekerja, tidak ada yang lebih indah dari mereka yang tetap percaya pada sosok pendosa ini.
***
So, buat teman-teman, atau siapapun yang
mengalami kejadian seperti saya, jangan menyerah. Kita masih bisa menjalani
hidup dengan wajar. Saya mencoba untuk dapat bekerja lagi (walaupun sampai saat
ini saya masih termasuk dalam unemployed
club karena memilih resign saat
divonis sakit hepatitis dan disuruh beristirahat selama 3 bulan), saya bisa naik kendaraan sendiri keluar rumah, tapi memang fisik saya masih terasa lemah
dan cepat merasa lelah.
Ya, banyak yang sudah saya lewatkan selama saya sakit, dari
mulai pekerjaan yang harus saya tinggalkan, pernikahan saudara, pernikahan sahabat, jalan-jalan keluar kota, banyak projek terbengkalai seperti youtube dan buku, hingga rejeki yang ditawarkan. Rejeki mungkin tidak akan
tertukar, namun kenyataannya, kita bisa kehilangan karena tidak mampu menjaga
kesehatan. Jadi, marilah hidup sehat mulai sekarang, sebelum terlambat dan
banyak kehilangan dalam sisa hidup kita. Toh, pada akhirnya, kita mampu
menikmati kerja keras di saat benar-benar sehat.
Terimakasih sudah membaca cerita saya, semoga kita selalu
diberi rejeki yang berlimpah, pekerjaan yang halal, kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin.
Aditya Dion M., 11 Januari 2017