image: http://www.quietrev.com/6-illustrations-that-show-what-its-like-in-an-introverts-head/ |
Introvert [noun, adjective in-truh-vurt; verb in-truh-vurt]
- a shy person
- Psychology. a person characterized by concern primarily with his orher own thoughts and feelings (opposed to extrovert ).
- Zoology. a part that is or can be introverted.
Begitu pengertian yang saya dapat
dari dictionary.com.
Sudah lama sekali saya tidak
menulis di blog ini, saya yakin tidak ada juga yang menunggu saya menulis. Namun,
saya ingin kembali mengasah kemampuan saya dalam menulis, saya merasa rindu
pada dunia tulis-menulis dan membaca buku. Maka itulah, pada posting kali ini,
saya mengasah tulisan dengan membahas tentang introvert. Kenapa? Karena saya
merasa diri saya memiliki kepribadian introvert ini.
Introver sendiri adalah
kepribadian orang yang lebih melihat pada diri sendiri, lebih fokus dan
memikirkan apa yang terjadi pada dirinya, perasaannya, dan suasana hatinya. Orang-orang
introvert ini sendiri digambarkan sebagai orang yang pendiam, tenang dan mawas
diri.
Orang introvert bukanlah
orang yang tidak ingin bersosialisasi, jadi jangan salah arti. Mereka tidak masalah
untuk bersosialisasi asalkan lingkungannya tepat dan cukup dikenalnya, sehingga
memunculkan perasaan nyaman.
Namun, orang-orang introvert
merasa dirinya melepaskan banyak energi saat bersosialisasi dengan orang lain,
membuatnya cukup merasa lelah. Ini berkebalikan dengan mereka yang extrovert,
orang extrovert justru merasa mendapat energi dengan bersosialisasi. Karena menghabiskan
banyak energi saat berkumpul dengan banyak orang ini, pada akhirnya mereka yang
introvert membutuhkan waktu untuk diri sendiri, waktu di mana mereka bisa mengisi
energinya kembali.
image: http://www.quietrev.com/6-illustrations-that-show-what-its-like-in-an-introverts-head/ |
Apa benar kita terlahir dan
bisa memilih menjadi pribadi yang introvert atau extrovert? Jawabannya mungkin.
Mungkin karena bisa saja memang
ia terlahir dengan kepribadian demikian, tapi bisa juga kepribadian itu muncul
karena lingkungan sekitar. Karena sebenarnya introvert ini muncul dari
ketidakseimbangan sifat seseorang atas apa yang dihadapinya.
Apakah bisa manusia yang awalnya extrovert pada
akhirnya menjadi introvert? Menurut saya bisa dan banyak sekali faktor yang
memengaruhinya. Salah satu contohnya adalah bully-ing dan saya mengalaminya sendiri
saat masih kecil hingga remaja.
Dulu, saya terlalu banyak bergaul
dengan anak perempuan sampai dikatai bencong oleh teman-teman saya, bahkan
pernah dimusuhi orang-orang yang saya percaya hanya karena fitnah teman saya
sendiri.
Jujur, saya memiliki keluarga
yang tidak utuh, waktu kecil pun saya sering mendapat diskriminasi yang
disebabkan oleh hal ini. Kalimat seperti, “jangan dekat dengan anak broken home, anak begitu rusak
kehidupannya,” pernah saya kecap saat masih kanak-kanak. Yang puncaknya, guru saya juga ikut membahas
hal ini dan menyudutkan saya.
Padahal, kita tidak mampu memilih
di mana kita mau dilahirkan dan dalam kondisi seperti apa, kan? Andaikan saya
bisa memilih, tentu saya memilih untuk bahagia dan membuang hal-hal yang saya
alami selama bertahun-tahun dalam pembentukan karakter saya ini.
image: http://www.quietrev.com/6-illustrations-that-show-what-its-like-in-an-introverts-head/ |
Apakah saya memilih untuk
menjadi introvert?
Tidak, karena pada dasarnya, saya dulu adalah orang yang
senang bercerita, membagi cerita, bahkan bergaul dengan banyak orang. Namun,
semakin saya beranjak dewasa, semakin saya sulit percaya pada orang lain karena
mengalami diskriminasi dan bully-ing itu
sendiri. Walaupun mungkin, beberapa
orang menyudutkan saya karena kesalahan saya sendiri, itu juga membentuk
karakter saya cenderung introvert.
Saya merasa kesulitan untuk
berinteraksi dengan orang lain secara langsung, tidak berani terbuka tentang kehidupan
pribadi saya sendiri, tidak begitu dekat dengan orang-orang sekitar, tidak
banyak mengajak teman-teman saya untuk mengenal keluarga saya, bahkan tidak
memahami secara pasti apa itu arti sahabat karena memang hanya sedikit orang
yang mampu saya percaya untuk berbagi.
Saya ingat, terakhir kali teman
saya “sering” main ke rumah dan mengenal keluarga itu saat masih duduk di
bangku SMP. Setelahnya? Jarang sekali yang berinteraksi dengan keluarga saya,
baru belakangan ini ada kelompok teman saya yang saya persilahkan main ke rumah
karena setelah 4 tahun lebih berteman, saya baru merasa nyaman dan aman bersama
mereka.
Apa introvert ini baik untuk kehidupan saya? Saya merasa
tidak, saya juga tidak mampu melawan kecemasan-kecemasan yang timbul karena
takut gagal membangun hubungan baik terhadap orang lain dan terlalu takut untuk
dekat dengan orang lain. Karena saya pernah mengalami saat di mana saya dekat
dan terbuka dengan sekelompok orang, yang nyatanya mereka malah menghianati
kepercayaan saya begitu saja.
Orang-orang introvert seperti
saya pun merasa lebih nyaman untuk berinteraksi secara non-verbal, seperti saya
yang lebih suka menulis artikel ini. Seandainya saya diminta naik ke atas
panggung dan menceritakan tulisan saya ini, tentu kalian akan cepat mengantuk,
karena saya bukan orang yang pandai untuk public
speaking layaknya orang-orang extrovert pada umumnya. Saya tidak mampu memberi
pengaruh positif di muka umum sebagai pembicara, saya sendiri sadar hal itu dan
saya tidak mampu mengubahnya. Merugikan, bukan?
Apakah orang-orang introvert ini terlihat aneh untuk
kalian?
Jika dilihat dari POV orang-orang
yang extrovert mungkin sangat aneh dan tidak masuk di akal, namun jika dilihat
dari POV kami, ini merupakan kewajaran dan suatu hal yang maklum.
Apakah introvert ini mental disorder?
Beberapa orang akan mengatakan
tidak, namun jika dipengaruhi oleh lingkungan, bisa dikatakan ini penyakit
kejiwaan seperti yang saya alami.
Apakah introvert dapat
disembuhkan?
Jawaban yang saya temukan dari
berbagai sumber adalah tidak, karena kecemasan dan ketakutan dalam diri tidak
mampu begitu saja dilawan. Seperti phobia yang dialami orang lain, ini hal yang
tidak mudah untuk diatasi, mungkin diakali bisa.
Diakali bagaimana?
Ya, seperti saya yang begitu
banyak berbicara di sosial media, tampaknya saya mampu banyak berbagi dan
mengatakan banyak hal. Padahal, itu bukan jati diri saya yang sesungguhnya dan
banyak orang yang saya kenal di sosial media akan berkata, “Dion kalau di timeline bawel, tapi pas ketemu pendiam,”
dan memang kenyataannya demikian. Saya juga bukan orang yang bisa melucu,
karena memang saya tidak pintar melucu di depan banyak orang.
Saya sadar, di sosial media saya
belajar berinteraksi dengan banyak orang, namun secara non-verbal. Pelan-pelan
saya juga belajar untuk menyesuaikan diri saya dengan apa yang saya tampilkan
di sosial media, ikut berkumpul sesekali dengan orang-orang yang saya kenal di sosial
media, walaupun tidak bisa sesering orang lain karena seperti yang saya bilang
tadi, bersosialisasi itu butuh banyak tenaga untuk saya.
Sampai saat ini pun, saya masih
dalam tahap berusaha untuk mengelola karakter introvert dengan baik agar saya
bisa beradaptasi dengan lingkungan, membuat saya bekerja dengan nyaman,
pelan-pelan mempercayai orang lain dan menemukan tempat yang tepat untuk
berbagi.
Jadi, untuk kalian yang introvert
seperti saya, tenang kalian tidak sendirian. Temukanlah orang atau sekelompok
orang yang membuat kalian nyaman, bukan yang membuat kalian “terpaksa” dan
lelah untuk menjalani kehidupan. Saya yakin, di tempat yang tepat dan di waktu
yang tepat, kita bisa dihargai dan bahagia melepas segala kecemasan yang ada. Semua orang pantas
didengarkan, bukan hanya dikomentari dan diberi masukan yang mengintimidasi keputusan
dalam kehidupan.
image: http://www.quietrev.com/6-illustrations-that-show-what-its-like-in-an-introverts-head/ |
Yogyakarta, 29
September 2017
Dion (@catatansiDoy)
Finnaly Kak Dion nulis lagi. Yeay..
ReplyDeleteNice, Kak. Aku anaknya dominan introvert dan beberapa hari belakangan aku juga ngerasa lelah fisik dan emosional gara-gara harus ikut even yang banyak interaksi. Rencananya sih mau bikin postingan di blog tentang ini juga, eh udah keduluan ternyata. Tulisannya mewakili banget sama yang aku rasain belakangan.