Thursday, December 4, 2014

Taman Kota

Saya berjalan-jalan sambil menikmati es krim di tangan bersama kekasih saya, kekasih baru saya. Baru dua bulan ini kami berhubungan, tidak butuh waktu lama kami mengenal, namun kami mampu menyatukan masing-masing hati. Berpacaran, istilah yang mungkin lebih dipahami.

Kami berjalan mengelilingi taman, taman kota yang didominasi oleh anak kecil bersama orang tuanya. Entah hanya ibu, ayah, atau malah keduanya yang menemani. Anak-anak itu berlari, menangis, tertawa, bahagia, atau bahkan hanya menyendiri tanpa suara, diam.

Saya dan kekasih saya melihat sebuah bangku kayu berwarna cokelat di salah satu sudut taman. Kebetulan, kami berdua cukup lelah setelah seharian berjalan-jalan, dari pagi hingga hampir senja.

Saya dan kekasih saya melangkah menuju bangku itu, lalu kami duduk berdampingan sambil menikmati es krim di tangan kami. Kami masih terdiam, suara anak kecil dan gemerisik daun lebih berisik dari kami tentu.

'Sesungguhnya, aku bodoh perkara hati dan cinta,' kekasih saya memecahkan keheningan di antara kami. Ia berkata sambil menatap beberapa anak kecil yang sedang asik bermain di kolam pasir.
Saya menatapnya, mengerenyitkan dahi, 'Maksud kamu?'

'Bagaimana bisa kita yang baru berkenalan, tiba-tiba memiliki hubungan? Ada juga yang lama kenal, namun akhirnya tak bisa memiliki hubungan sama sekali. Atau bahkan, lama berhubungan, tidak sampai ke pelaminan. Ada juga yang....' Saya menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia menatap saya heran, kemudian, saya menunjuk ke sekeliling taman.

'Kamu tidak paham tentang cinta?' tanya saya. Ia hanya menganggukkan kepalanya.

'Kita buat mudah, kamu lihat anak-anak yang bermain di taman?' tanya saya lagi dan tentu hanya anggukan kepala yang kekasih saya lakukan. Saya melihat jam tangan di tangan kiri saya.

'Lima menit lagi matahari terbenam,' kata saya. 'Tunggulah sebentar lagi,' lanjut saya.

'Ada apa?' Ia membelalakan mata.

'Sudah, nikmati saja es krimmu, lima menit lagi akan ada jawaban dari semua pertanyaanmu tadi,' saya kembali menikmati es krim di tangan saya.

Kami duduk menunggu matahari terbenam, selama lima menit kami hanya duduk sambil menikmati es krim di tangan.

'Nak, sudah waktunya pulang,' seorang ibu berteriak. Tidak hanya ibu itu yang mengajak anaknya pulang, orang tua lain pun mengajak anaknya pulang. Kurang dari tiga menit, taman sudah kosong, hanya ada beberapa orang dewasa termasuk saya dan kekasih saya.

'Lalu, apa jawabannya sudah kamu dapatkan?' tanya saya pada kekasih saya.

'Aku tidak paham, taman justru semakin sepi,' ia menggelengkan kepalanya.

Saya tersenyum dan berkata: 'Menurutku, cinta itu polos seperti anak kecil yang ada di taman ini tadi. Mungkin, ia akan terlihat bermain-main, kadang luka, kadang bahagia, kadang menangis, kadang tertawa dan lain sebagainya. Yang pasti, cinta tahu kemana harus pulang. Seperti anak-anak itu, mereka pulang ke orang tuanya.'

Kekasih saya mengembuskan napas perlahan, 'Kalau begitu, semoga kamu benar-benar tempatku pulang dan vice versa,' katanya. Dalam hati, saya mengamini beribu kali.

-Dion-

Friday, September 12, 2014

Pergi

Bagaimana sakitnya ditinggalkan bukan sebuah masalah bagimu, namun bagiku.

Sesaat sebelum kau berkata usai, aku tahu bahwa sesungguhnya waktuku telah habis untukmu, itu menyakitkan.

Seperti hembusan angin yang membawaku beralih demikian cepat. Seolah aku bukan orang yang tepat, namun sempat.

Kau pun begitu, terbawa genggam orang yang kau sanggah, seolah hanya singgah.

Lalu, Tuhan memberi sebuah hukuman saat menghapusmu dari cerita yang sudah kutulis sedemikian rupa.

Kita pernah sama membayangkan hal-hal bahagia dalam lelap, saat tubuh merapat dan hangat dalam dekap.

Kita pernah sama tinggi dalam debat, seolah tak ada jalan untuk saling tatap dalam hangat.

Kita pernah sama kuat bertahan dari angin yang berembus, pada akhirnya kaki kita goyah, jatuh dan meratap.

Kita pernah sama senyum dalam bincang yang tak putus. Bahkan, saat langit berubah kelam sampai matahari tersenyum hangat penuh sambut.

Namun, ketahuilah, bukan aku tak ingin kau bahagia di sini. Karena paham terkadang salah, maka kau tak mampu menerima tulusnya sayang yang kutawarkan.

Ada yang lebih menyakitkan ketimbang kepergianmu dari jalanku, itu adalah saat aku percaya dongeng peri baik hati, namun ternyata banyak hal yang diingkari.

Sampai akhirnya, kita berpisah di persimpangan, kulihat kau berjalan dengannya dan aku sendiri tersandung batu di jalan setapak.

Kulihat kau dengan mudah mengarungi samudera dengannya, sedangkan aku sendiri, berlayar dengan gontai di tengah deburan ombak.

Sekiranya ada jalan yang begitu mudah kuarungi, aku sadar itu bukan denganmu. Di tengah inginku untuk ada di satu jalan bersamamu. Aku suka, kamu suka, namun ternyata tidak pernah ada kita.

Kuharap, setelah kau tak lagi ada dalam hidupku, dalam sekedip juga aku mampu melupakanmu.

Sunday, September 7, 2014

Cepat Pulang

07 September 2015

"Kamu tahu bagaimana rasanya dibohongi?" kata saya sambil menyeruput kopi hitam yang sudah tersedia di atas meja.

"Tentu, aku profesional tentang itu. Aku pernah dihempaskan sedemikian rupa, sampai terkunci dan tidak percaya lagi," wanita cantik berambut merah mawar di depanku menjawab dengan suaranya yang kekanak-kanakan.

"Untuk usia kamu, yang terbilang muda, kamu rupanya banyak pengalaman, ya?" aku tersenyum.

"Kalau tidak banyak pengalaman, kamu tidak mungkin tertarik untuk berbicara seharian denganku, kan?" ia tersenyum, senyumnya yang khas dan menyebalkan, seolah meremehkan. Ya, wanita berambut merah di hadapan saya memang menyebalkan, sering meremehkan karena sering memenangkan dalam hidupnya. Saya tidak terganggu dengan itu, karena dia juga memenangkan hati saya.

"Hahaha, tertarik? Mungkin, aku tertarik padamu. Mungkin lebih, mungkin juga kurang. Yang pasti, aku nyaman bersamamu," kata saya.

"Contohnya, saat kita berpelukan pagi tadi?" dia mengerenyitkan dahi. Saya tak menjawab, hanya tersenyum, karena yakin dia tahu maksud dari senyum saya itu.

***

Oktober 2015

"Bagaimana kalau kita berpisah saja?" saya bertanya padanya. Wanita berambut merah mawar itu masih memasang tampangnya yang menyebalkan dan pandangannya yang meremehkan orang itu.

"Silakan, kalau kamu mau pergi, aku tidak pernah melarang," jawabnya.

"Baiklah, aku pergi. Kamu tahu kenapa kita berpisah seperti ini?" saya bertanya lagi.

"Karena kamu sudah tidak ingin berjuang bersamaku!" bentaknya.

"Bukan, karena aku menjatuhkan hati dan kepercayaan padamu, namun kamu mengecewakanku," saya melenguh.

"Karena aku suka pada seseorang? Karena aku merasa nyaman berbicara dengan mantanku yang selalu ada? Karena aku sayang teman-temanku?" ia bertanya membabi buta.

"Kamu pikir menyukai orang saat kamu sedang jalan dan berjuang bersamaku itu wajar?" saya menghardiknya.

"Kamu pikir aku tidak punya hati dan tidak bisa merasa kecewa disakiti? Kamu pikir janji hanya untuk dilanggar?" lanjut saya.

"Janji?" ia memicingkan mata.

"Kita berjanji, saat kamu suka dengan orang lain, kamu atau aku pergi. Benar?" saya menjawab. Ia terdiam.

"Kamu hanya bisa diam. Aku tahu kamu disukai banyak orang, bukan berarti kamu bisa meremehkan aku." lanjut saya.

"Tapi, aku suka dia sebagai teman. Tidak lebih! Aku juga tidak meremehkan kamu!" ia memotong.

"Cukup! Sebaiknya kita selesaikan saja, ya? Kamu terlalu egois untuk merasakan sakit yang aku rasa. Setidaknya aku sudah berjuang, walaupun kamu meremehkan."

"Semudah itu?" ia bertanya.

"Sesulit itu! Berbahagialah dengan caramu!" jawab saya lantang. Sejak saat itu, bisu di antara kami berlangsung lama.

***

10 September 2015

"Kamu sungguh mau pulang?" ia bertanya pada saya.

"Tentu, aku harus pulang," saya mengusap rambut merah mawarnya perlahan.

"Kamu akan kembali?" tanyanya.

"Tentu, saat kamu masih menginginkan aku kembali," jawab saya sambil tersenyum.

"Ini, aku titipkan," kuberikan gelang kesayangan saya padanya.

"Untuk apa?" ia tampak kebingungan.

"Aku menitipkan gelang ini, seperti aku menitipkan rasa percaya dan hatiku sama kamu," sesaat kemudian, aku mengecup kening dan memeluknya.

"Aku pulang, ya?" saya mengucapkan kata terakhir itu sebelum menghilang di antara orang-orang yang ramai di bandara. Sesaat kemudian saya menengok ke arahnya, untuk terakhir kali sebelum pulang, saya hanya ingin melihat punggung dan rambut merahnya. Sampai saya sadar, mungkin itu terakhir kali saya melihatnya yang mampu memenangkan hati saya.

Fin.

Wednesday, August 13, 2014

Sapaan Pagi Ini

Halo, teman-teman pembaca tweet maupun blog saya yang setia. Bagaimana kabar kalian? Alhamdulillah, saya di sini baik-baik saja.

Bicara tentang keadaan, tampaknya blog saya ini kurang terurus belakangan. Saya mengabaikannya hingga tiga bulan, sebagai orang yang mengawali karir menulisnya dari blog, saya merasa gagal.

Apa karena saya tidak mengurus blog ini dan merasa gagal, akhirnya saya akan menyerah? Tunggu dulu, tidak, saya tetap akan berkarya dengan tulisan dan cerita.

Bicara tentang keadaan lagi, saya sekarang sedang menulis novel ke-3 dengan penuh perjuangan, saya janjikan keluar tahun ini. Iya, saya tahu waktu semakin mepet karena sudah memasuki bulan agustus, tetapi saya akan terus berjuang demi teman-teman pembaca semua. Jadi, tunggu saja, karena saya akan menyajikan tulisan yang berbeda di novel saya kali ini.

Saya tahu beberapa dari teman-teman pasti bosan membaca timeline twitter, saya mengerti sekali karena mulai kurangnya beberapa orang yang aktif di media sosial micro blogging tersebut. Saya pun mulai bosan juga membaca timeline, sungguh. Nah, sebagai solusinya, saya sekarang lebih banyak bercerita melalui foto. Teman-teman pembaca bisa langsung menuju akun instagram saya: ddiionn untuk membaca beberapa tulisan saya dan foto-foto hasil jepretan saya.

Santai, di sana saya lebih aktif untuk memposting foto dan cerita. Jadi, teman-teman tidak akan merasa dirugikan. Saya hanya mencari alternatif lain untuk menulis selain blog ini, karena saya mulai kehabisan waktu untuk menulis cerita yang panjang di dalamnya. Semoga teman-teman tetap setia menanti tulisan saya dan novel terbaru saya. Kepada teman-teman yang selalu mendukung dan menanti karya saya, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya. Saya mencintai kalian semua!

Sekian dulu tulisan saya di pagi buta ini, selamat beraktivitas dan jangan lupa follow instagram, soundcloud serta twitter saya. Oh, iya, saya juga memiliki akun ask.fm: catatansiDoy untuk wadah bertanya-tanya maupun curhat. Sedangkan kalau mau lebih memiliki privasi, teman-teman bisa langsung email saya di: emaildoy@rocketmail.com

Sampai jumpa!


Salam hangat saya,

Aditya Dion M. (@catatansiDoy)

Saturday, May 31, 2014

Remember

Saya adalah orang yang pelupa, tentu kalian sudah tahu itu jika sering membaca tulisan saya. Saya memang tidak pandai mengingat, sampai saya mencatat seluruh hal penting agar tidak lupa. Bahkan, saya butuh satu momen yang menyadarkan dan mengingatkan saya tentang apa yang harus saya ingat agar tidak terlambat.

Saya pernah memiliki mimpi, saya seorang pemimpi sepanjang hidup saya. Bagaimana denganmu? Apa kamu juga memiliki mimpi? Untuk saya sendiri, mimpi dan harapan adalah hal yang membuat manusia merasa hidup benar-benar hidup. Saya bermimpi untuk merasa benar-benar hidup dan berjuang. Namun, bagaimana kalau kita lupa akan mimpi yang belum tercapai?
 

***

Cerita ini bermula saat saya berjalan di sore hari, di sekitar tempat tinggal saya tentu. Tempat tinggal saya ada di Jogja, kota yang pasti sebagian besar sudah kalian tahu tanpa perlu panjang-panjang saya deskripsikan. Di dekat rumah saya, masih banyak sawah yang hijau. Di sekitar rumah saya banyak juga kafe dan restoran yang berjejer. Dari mulai makanan Indonesia, maupun manca negara. Saya sengaja berhenti melangkah di sebuah kafe, ya, saya suka duduk di kafe, terutama di dekat jendela sambil memandangi hamparan sawah hijau nan luas.

Kafe itu berdinding bata merah, lantainya terbuat dari keramik berwarna kuning gading. Saya melangkah ke dalam dan disambut dengan ramah oleh pramusajinya. "Selamat datang," begitu ucapnya sambil tersenyum. Saya kembali melangkah, menuju meja favorit saya. Namun, meja itu sudah diduduki seorang wanita berambut sebahu memakai kaca mata. Wanita itu terlihat sedang membaca buku di atas mejanya, secangkir americano hangat ada di samping bukunya. Wanita itu mengenakan kaos berwarna putih dan celana jeans berwarna biru langit.

Thursday, May 22, 2014

Antara Pelupa, PDKT, Teknologi, dan Bisma Smash

Halo, teman-teman semua! Udah lama banget gue nggak nulis blog. Maklum, alasan utamanya karena gue orang yang pelupa banget. Saking pelupanya, sampai-sampai gue lupa apa yang pingin gue lupakan. #halah #kemudiangalau

Oke, sekarang gue nggak akan nulis tentang tips-tips, maupun cerita di posting blog ini. Kali ini gue pingin kalian mengenal gue lebih dalam dari sebelumnya, siapa tahu nantinya kita jodoh, kan?

Jadi gini, karena gue pelupa dan sering lupa password, apa lagi password blog ini. Alhasil, gue jadi orang yang suka banget mencatat banyak hal supaya nggak lupa, itu juga alasan kenapa gue namain akun twitter gue dengan awalan 'catatan'. Selain mencatat password, gue juga suka mencatat ide-ide tulisan maupun tweet, termasuk mencatat nomor hand phone atau pin BBM kamu. #ciegitu

Selain suka mencatat banyak hal, gue juga suka ngobrol sama orang. Zaman dulu, gue suka ngobrol sama gebetan lewat surat, bahkan kertas-kertas robekan kecil yang lebih mirip sampah di laci ketimbang kertas surat yang romantis. Tapi, kirim-kiriman surat nggak efektif dan nunggu balesannya lama, belum lagi kalau salah kirim atau bahkan ketahuan teman-teman sekelas dan diledekin.

Thursday, April 24, 2014

Letters

Chapter 1. - Drew






Kau tak akan pernah tahu apa yang akan menimpamu hari ini. Kebaikan, kesedihan, keburukan, kebahagiaan, cobaan, kematian, dan lain sebagainya. Banyak hal yang tak mudah untuk ditebak, kehidupan adalah misteri, kata banyak orang. Bahkan, seorang Sherlock Holmes yang termayshur di dunia detektif pun belum tentu mampu memecahkan seluruh misteri di dunia, terlebih masa depan manusia.

***

Pagi itu udara terasa sangat sejuk, suara kicau burung sayup-sayup terdengar. Matahari tampak mulai mengintip di balik awan yang berwarna putih, di langit biru yang sangat cerah. Angin bertiup dengan lembut, suara gemerisik daun bersautan membentuk nada yang indah untuk menyambut orang-orang di jalan.

Terlihat sebuah mobil sedan berwarna hitam melintas di jalan raya kota Yorkyard yang padat, Yorkyard adalah ibu kota dan salah satu tempat industri terbesar di dunia. Beberapa orang terlihat berjalan kaki dengan berbagai macam tujuan, dari mulai orang yang berangkat kerja, murid-murid sekolah, sampai para pedagang dan lain sebagainya. Di dalam mobil itu terdapat seorang pria dengan celana jeans dan kaos berwarna merah -bergambar iron man - duduk mengemudi sambil bersiul seiring lagu yang terdengar dari tape-nya.

Sunday, March 2, 2014

Save The Best For The Last

Dear, Rere

Bagaimana kabarmu di barat? Kupikir baik-baik saja. Nyatanya, senyum manismu selalu menghiasi foto-foto yang kamu pajang di sosial media. Ya, baik atau buruknya keadaanmu memang selalu terlihat dari gelagat yang kamu punya. Jika sedih, kamu pasti pulang padaku.

Di antara kebahagiaan yang kamu punya, apa ada rindu untuk kita bertemu? Seharusnya ada, karena rindu selalu berujung temu. Bagaimana rasanya jarak kita? Cukup menyiksa? Sepertinya begitu. Terkadang sulit untuk berbincang dan tertawa asik seperti saat berjumpa. Ya, karena rindu untuk tatap muka bersama.

Dear, Rere

Sebagaimana janjiku padamu, ini aku kirimkan surat di hari terakhir #30HariMenulisSuratCinta. Bukan, bukan karena kamu pilihan terakhirku. Justru karena yang terbaik selalu datang di akhir. Nyatanya tanganku bergetar hebat saat menulis surat ini. Ada perasaan lain? Atau ini pertanda untuk kita berdua? Ah, jangan hiraukan, masih banyak waktu yang kita tidak tahu akan seperti apa ceritanya.

Percaya dengan jodoh? Ya, jodoh akan menjadi hubungan asmara terakhir yang dijalankan dengan orang yang tepat di saat yang tepat. Saat di mana kita sepakat, mau dan ingin maju. Percayalah, save the best for the last adalah jalan Tuhan yang tidak mungkin kita pungkiri.

Maafkan tulisanku yang sederhana ini, aku tidak ingin mengganggumu. Biarkan pria ini sejenak saja bertegur sapa dengan gadis bersenyum manis di barat. Semoga kamu selalu tertawa dan berbahagia.

Salam hangat,

Dion.

Sunday, February 9, 2014

Solusi

Dear Radit,

Entah aku menulis dari mana, ini sebuah ruangan yang pengap di tengah malam. Yang pasti, aku menulis untukmu dengan sungguh-sungguh di tiap katanya. Bagaimana kamu bisa memikirkanku? Padahal berkenalan saja kita baru lakukan, kamu pintar bercanda rupanya.

Begini, sesungguhnya nama Fahri memang tidak mengganggumu. Namun, sungguh, namanya sangat membebani pikiranku beberapa tahun ini. Seolah aku tertahan, tidak mampu melangkah karenanya. Ada beberapa hal yang belum terselesaikan, aku tidak bisa tenang dan membiarkannya begitu saja. Jadi, maaf bila aku menyebut namanya. Bisa kamu beri aku sebuah solusi untuk melupakannya? Bila memang kamu dapat memberikan solusi itu, aku sungguh berterimakasih padamu.

Dear Radit,

Masih terlalu awal kita berjumpa, sebaiknya kamu masih menganggapku asing saja. Karena orang asing adalah tempat terbaik untuk bercerita, layaknya aku sekarang yang memohon diberi pendapat olehmu. Jadi, simpan dulu penasaranmu, biarkan kita lebih mengenal dengan jemari yang menulis indah ini. Coretannya tidak akan berbohong, maka aku akan berkata jujur, begitu juga kamu.

Salam hangat.

Rena

Ps: aku sangat suka kopi, terutama cappuccino hangat.

Friday, February 7, 2014

Bagaimana Jari Bercerita

Dear Radit,

Apa namamu Raditya? Atau sekedar Radit saja? Bagaimana kalau Radit saja? Terdengar lebih manis untuk diucapkan.

Baiklah, aku harus meminta maaf padamu atas tuduhanku sejauh ini. Aku benar-benar salah mengira, kupikir kamu Fahri, seorang pria yang membekas dalam ingatanku, seorang pria yang pernah di rumah itu sekitar dua tahun lalu. Sekali lagi, maafkan aku sedalam-dalamnya karena aku tidak bermaksud mengganggu.

Sebagaimana orang yang berkenalan, tolong lupakan segala surat-suratku sebelumnya. Anggaplah ini lembaran baru yang nantinya akan kita tuliskan sebuah cerita yang menyenangkan. Bukan berarti aku menyenangkan, itu biarlah dirimu dan waktu yang menilai. Karena diriku tidak mampu menilai diri sendiri, setidaknya aku tak ingin lawan bicaraku terlalu tinggi menilaiku sebelum benar-benar mengenal.

Dear Radit,

Sesungguhnya aku suka kalau kamu mau menjadi temanku dan berbagi cerita. Kesepian dan lelah akan kehidupan telah membuat kita terkekang dalam duka. Jadi, apa yang bisa kudengar darimu? Dan apa kah kamu mau mendengar ceritaku juga? Biasanya, pria malas mendengar cerita wanita. Bagi mereka, kami adalah tempat segala drama, kan?

Salam hangat,

Rena

Wednesday, February 5, 2014

Maaf

Sesungguhnya aku bingung, mengapa namamu berubah dengan inisial "R" layaknya namaku. Bukan kah namamu berinisial "F"? Kalau memang kamu bukan orang yang aku maksud itu, maka sedalam hati aku meminta maaf padamu.

Tidak, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku tidak berusaha dekat denganmu ataupun menguntitmu, mungkin takdir yang membuat surat ini salah alamat. Atau jangan-jangan kamu penghuni baru di rumah itu? Kalau memang iya, tentu saja kamu bukan orang yang aku maksud. Karena walaupun alamatnya serupa, orang yang tinggal bisa saja tidak lagi sama.

Maka, maafkan aku, kamu orang lain yang berinisial "R" di rumah itu. Aku tidak bermaksud mengganggumu, tapi memang aku memiliki sedikit masa lalu dengan penghuni rumah itu dulu. Ah, bukan, memang aku memiliki banyak kenangan bersama penghuni rumah itu, dari yang indah sampai yang menyedihkan. Mungkin surat pertama yang kukirimkan adalah bentuk rasa penasaranku karena beberapa hal yang belum terselesaikan.

Boleh kita saling mengenal dengan baik, karena masa depan memang selalu tentang lembaran baru tanpa coretan.

Sebutlah namaku Rena, kamu boleh memanggilku itu. Sedangkan kamu? Siapa gerangan yang menerima suratku dengan inisial "R" ini? Mari sebutkan nama kita agar lebih mudah untuk saling menyapa satu sama lain.

Salam hangatku.

Rena

Tuesday, February 4, 2014

Dear, Su

Dear kalian yang memang asu,

Sudah beberapa lama ini kita tidak berkumpul bersama lagi. Tidak seperti kemarin-kemarin, kita sering bersama menghabiskan waktu ber-4. Ya, mungkin kesibukan masing-masing sudah mulai membuat waktu kita terpangkas. Tidak ada lagi kita ber-4 yang lengkap, kadang hanya 2 atau 3 orang saja yang bisa berkumpul bersama.

Tidak mengapa, saya paham sekali kalau semakin ke depan, manusia harus memilih jalannya dan mengorbankan beberapa orang di sekitarnya. Tak hanya itu, kadang manusia harus membunuh waktu demi kesuksesannya sendiri.

Teruntuk kalian yang memang asu, terima kasih waktunya selama di jogja. Kalian memang asu, tapi beberapa kali saya bisa merindu. Rindu momen kebersamaan kita yang memang gila, terutama di malam hari.

Sebagaimana asu-nya kita, setidaknya kita sering bercanda dengan asal layaknya orang yang paling memahami satu sama lain, kita pun sering saling menolong dengan tulusnya. Itu hal-hal yang pantas diingat sampai kapan pun.

Kepada @shitlicious, teman sekaligus idola saya, mentor saya, dan seseorang yang telah membangkitkan asa saya. Terima kasih banyak atas segala cerita, nasihat, dorongan untuk maju & bantuan yang banyak selama ini. Semoga kamu semakin sukses setelah hijrah ke ibu kota nanti.

Kepada @aditsme, keamanan sejati di kelompok ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu, memberi cerita, ide gila, dan hal-hal menyenangkan lainnya. Semoga sukses mendekatkan jarak LDR-nya. Jangan terulang kegagalan yang sudah-sudah.

Kepada @riimang, ajudan di kelompok ini. Terima kasih untuk info bermanfaat dan yang paling penting adalah beberapa gratisan yang menguntungkan. Semoga menemukan seseorang yang baru, serta lulus kuliah secepatnya.

Terima kasih kalian, bagian dari cerita hidup yan tidak mungkin dilupakan. Semoga kita tetap bisa berkumpul lagi suatu saat nanti.

Walaupun kalian memang asu, tapi satu kalimat ini menggambarkan segalanya: "Kesenangan bisa dibeli, tapi tidak untuk teman yang menyenangkan."

Sampai jumpa lagi, semoga sukses semua. I'll miss you, guys!

Monday, February 3, 2014

Ke-2

Tolong jangan semudah itu kamu melupakanku. Aku sungguh tahu kalau kita pernah ada dahulu. Sudah dua tahun kita tidak saling sapa dan berkabar, kamu tidak datang ke rumahku, bahkan sampai terakhir waktu itu, tidak berkirim kabar lagi padaku, sekarang kamu malah melupakanku? Siapa yang kejam? Kamu yang menghilang atau aku yang setia?

Kamu berjanji untuk menungguku, namun kamu malah berpaling begitu saja. Seberapa kuat janjimu? Apa sama kuat dengan cincin emas yang dahulu ingin kamu berikan padaku?

Lelah rasanya, kamu benar-benar lupa, pura-pura lupa, atau ini bukan orang yang aku maksud? Sebila mana kamu lupa, aku akan memaafkan dalam pulangku. Kalau kamu pura-pura lupa, aku tidak akan melupakan sakitku, namun kalau kamu bukan orang yang kumaksud dua tahun lalu, maafku sedalam hati untukmu.

R.

Saturday, February 1, 2014

1st Letter to You

Dear you,

Sudah lama tidak mendengar kabarmu di sana. Apa kabar kamu? Masih ingat aku? Semoga tidak semudah itu kamu lupa padaku yang pernah penuh bahagia sekaligus dirundung luka. 

Bukan aku ingin mengganggumu, tapi apa kamu bisa membantuku? Untuk mengulang sedikit saja apa yang belum sempat kita lakukan berdua.


With love,


R.


Thursday, January 16, 2014

Dekut

"Kuk! Kuk! Kuk! Kuk! Kuk! Kuk! Kuk!"


Suara itu sangat nyaring terdengar di kamar seorang bujang. Pria itu memiliki rambut yang cukup lebat, tebal dan berwarna hitam kelam. Dari wajahnya, ia terlihat berumur empat puluhan awal, padahal umurnya baru 30 tahun beberapa minggu yang lalu. Wajahnya yang tampak tua dipengaruhi oleh bulu-bulu halus di atas bibir, dagu serta pipinya. Tampak tak pernah ia cukur dengan rapi.

Pria itu tinggal sendirian di sebuah kamar kos yang berantakan, hanya berdua dengan jam kuno yang memiliki dekutan seekor burung pada tiap waktunya dan kadang, ada beberapa botol minuman yang masih tampak di kamar. Ia terkapar di atas pembaringan dengan posisi terlentang menyilang, kepalanya turun ke bawah di samping kasurnya, sehingga tatapan matanya akan terbalik memandang sekitar. Matanya masih menyipit dan mengantuk, memandang ke arah jam kunonya yang tadi berbunyi nyaring di sudut ruangan.


"Jam itu tidak bisa diam, selalu mengejar kemanapun aku ingin lenyap di dalam mimpi.", gumamnya.


Jendela di dekat kasurnya selalu tertutup dengan gorden, menyebabkan sinar yang masuk terhalang dan ruangan itu tampak sangat gelap dan suram. Memandang ke jendela pun ia tak mampu, tubuhnya benar-benar sudah tampak lemah dan malas untuk digerakkan. Akhirnya, ia memutuskan untuk membenarkan posisi tidurnya dan kembali tidur.

Friday, January 10, 2014

Di Balik Dinginnya Sikap Ada Hangatnya Dekap

taken from google.com



"Nak, sudahlah. Tidak perlu memaksakan diri. Kamu beli saja apa yang kamu mau, tidak perlu memikirkan apa yang terjadi.", ucap ayahku yang sedang menyapu teras rumah dengan kaos warna putih buluk kesayangannya. Aku duduk di atas kursi bambu yang lapuk, tepat di belakangnya sambil menyaksikan ia yang sibuk dengan debu-debu berterbangan itu. Rumah kami sederhana sekali, tak super pula. Hanya memiliki satu kamar tamu, satu kamar mandi, satu kamar tidur, serta dapur yang terlihat kumuh layaknya kandang sapi tetangga kami.


"Aku nggak mau gini terus, Yah. Sudah cukup kita ditindas oleh saudara kita sendiri.", kataku gusar. Benar saja, aku begitu emosinya hari itu. Bukan karena mentari yang sangat terik di langit biru, bukan juga karena putus cinta, ini semua karena krisis kepercayaan pada saudaraku sendri, ini semua karena hilangnya ketulusan dari muka bumi.

Thursday, January 9, 2014

Cerita Semalam

taken from google.com



Sekarang ini aku sedang menghadap layar laptop sendirian. Di hadapanku hanya ada selembar halaman kosong yang entah ingin aku apakan. Pernah kamu merasakan bagaimana kosongnya pikiran, hati, bahkan mungkin kehidupanmu juga terasa sangat menjemukan? Mungkin, aku sedang merasakannya sekarang.


Sedikit melamun ke luar jendela, jendela di sebelah kiriku sambil memandang bintang tentunya. Apa kau masih ingat bagaimana aku sangat suka duduk di tepi jendela? Mungkin kamu lupa. Karena, kebahagiaan yang baru selalu mengganti kebahagiaan yang lama. Seperti biasa, orang melupakan yang sudah lama terlewatkan kalau bahagia. 


Nanti, suatu hari nanti, saat kau merasa sedih, kau baru mengingat kembali hal-hal indah yang sudah terlewatkan itu. Tetapi, tentu saja aku tidak ingin kau terluka, sedih, atau merana. Yang aku inginkan hanya kita dapat bahagia dengan jalan masing-masing tanpa saling mengganggu satu sama lain.

Monday, January 6, 2014

Mantannya Teman dan Temannya Mantan

Haloooo, semua! Happy new year!

Udah lama gue nggak posting di blog karena lupa password-nya. Iya, gue pelupa, makanya gue suka nulis dan mencatat semua. Itu sebabnya nama akun gue pakai "catatan", karena gue suka nyatet tiap momen yang gue alami. Sayangnya, walaupun suka mencatat, otak gue bukan perekam yang baik untuk password akun-akun gue. *nangis*

Oke, seperti yang gue janjikan kemarin-kemarin, di blog ini gue bakal bahas tentang "mantannya teman dan temannya mantan" yang sering menjadi masalah. Kenapa gue bisa bilang ini masalah? Karena belakangan, gue sering dengar teman-teman saling sindir satu sama lain, yang tentu saja masalah utamanya karena ada mantannya teman yang di dekati oleh teman gue yang lainnya. Sebut saja teman gue yang punya mantan itu si-A dan yang deketin mantannya itu si-B. Nah, si A ini sering nyindir si B karena deketin mantannya. Padahal mereka berdua juga temenan. See? 

Si A suka nyindir si B di mana pun dan kapan pun, hal ini bikin gue miris. Karena, kadang, gue harus jalan bareng mereka, tapi nggak mungkin kan kalau gue harus jauhin salah satu cuma karena permasalahan mereka ini? Buat gue, musuh teman bukan berarti musuh gue juga. Kecuali kalau memang sama-sama ada masalah di antara kami.