Wednesday, November 7, 2012

Cinta Pertama


"Ada rasa yang tak biasa

Yang mulai kurasa yang entah kenapa

Mungkinkah, ini pertanda

Aku jatuh cinta, cintaku yang pertama"

Mikha Tambayong - Cinta Pertama



taken from google.com


Banyak orang bilang masa-masa kecil - seperti saat masih TK atau mungkin saat duduk di bangku SD - kita pasti pernah merasakan jatuh cinta. Orang-orang sering menyebutnya cinta monyet, entah sebutan dari mana sampai ada kata cinta monyet. Setau gue, cinta pertama gue itu cewek tulen, seorang manusia seutuhnya yang rambutnya di kepala doank. Bukan monyet yang punya rambut di seluruh bagian tubuhnya. Untungnya gue masih normal dan bisa bedain mana monyet dan mana manusia.
Cinta pertama memang unforgettable dalam kehidupan sebagian orang. Orang lebih mudah mengingat saat pertama dan saat terakhir ketimbang mengingat yang ada di tengah-tengahnya. Orang-orang lebih merasa terkesan karena awalan dan akhiran, makannya banyak yang bilang kalau PDKT itu masa-masa paling indah dan putus itu perih jenderal!
Cinta yang gue alami pertama kali terjadi saat gue masih kelas 5 SD. Waktu itu gue masih ingusan, masih bau terasi, dan masih kecil kaya kutil. Bukan, bukan kecil dalam arti fisik. Gue dulu gendut sampai nggak punya leher. Kalau udah mau Idul Adha, orang-orang bakal susah bedain mana gue dan mana anak sapi. Fak!!! Rasanya bener-bener kaya buntalan lemak yang siap dijual di pasar-pasar tradisional.
Singkat cerita, gue yang waktu itu masih belum tau arti kasih sayang dan cinta tertegun oleh keindahan seorang makhluk sempurna hasil lukisan Tuhan.
“Doy awas!!!”
PLAAAAKKK!!!


Bagus, kepala gue memar. Sekarang gue tersungkur di lapangan akibat bola kasti yang melayang keras tepat ke kepala gue. Heran aja, ngelamunin apa gue, sampai-sampai bola kasti lewat aja gue enggak liat sama sekali.
Hari ini hari Kamis, pelajaran jam pertama adalah olah raga. Sekarang gue dan teman-teman sedang bermain kasti di lapangan dekat sekolahan gue. Gue bukan orang yang pintar olah raga, wajar kalau gue selalu jadi anak bawang. Ya, sedih memang jadi anak yang kurang dianggap. Apa lagi karena kita enggak bisa olah raga.
Balik lagi ke masalah kepala gue, sekarang gue terkapar di lapangan yang penuh rerumputan hijau. Kepala gue pening, mungkin ini rasanya kalau dipukul sama Mike Tyson. Belum sempat gue berdiri, tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri gue.
“Doy! Ya ampun! Elo nggak kenapa-kenapa, kan? Maaf ya!”, kata suara itu. Gue kenal suara ini, ya suara cewek yang gue suka.
“Enggak. Enggak kenapa-kenapa, Cuma rada pusing aja”, kata gue seadanya sambil menahan malu.
Namanya Hera, umurnya lebih tua dari gue 1 tahun, dia satu angkatan sama gue. Hera ini harusnya kakak kelas gue, tapi katanya dia enggak naik karena sempat sakit 1 semester. Hera bukan cewek paling cantik, bukan juga paling tajir di sekolah, dia cuma anak pedangan bakso didekat SD gue. Anaknya lumayan tinggi, langsing, kulitnya kuning, rambutnya pendek. Buat gue pribadi, cewek dengan rambut sebahu itu +7 poin. Tahi lalat menghiasi mata kirinya, dan yang bikin gue heran lagi dia ini sporty abis man!
Ya, Hera ini termasuk cewek perkasa di sekolah gue, dalam hal olah raga dia jagonya. Bahkan, kadang cowok-cowok kalah cepat larinya, termasuk gue yang waktu itu masih gendut kaya beruang kutub salah benua.
Hera ini jago kasti, tiap dia mukul bola pasti hasilnya home-run. Sialnya, hari ini gue korban keganasan pukulan kasti Hera. Ya, bola yang tadi melesat cepat ke arah gue itu adalah bola hasil pukulan Hera. Gue kadang curiga, Hera ini cowok atau cewek. Karena gue khawatir kalau jangan-jangan gue lagi jatuh cinta sama sesama jenis, atau paling parah mungkin aja dia salah hormon dan termasuk hemaphrodite.
Gue jatuh cinta sama Hera sejak awal perkenalan tahun ajaran baru di kelas 5 ini. Berkat suaranya yang lembut, tahi lalat yang memukau seperti cici faramida, wajahnya yang pacar-able dan tentu senyumnya yang manis itu sulit untuk dilupakan. Apa lagi, gara-gara liat senyum Hera yang manis tiap hari, gue mulai mengidap hepatitis sejak kecil. Dia anaknya baik, dia selalu mau bantuin orang yang kesusahan, termasuk gue. Hal ini yang bikin gue naksir sama Hera.


-----------------------------


Selesai pelajaran olah raga, temen sebangku gue, sebut saja Rengga, terlihat sedang asik mengintip ke dalam ruang UKS. Ruang UKS SD gue ini enggak begitu besar, cuma berukuran 4x4 aja. Ada 3 jendela yang menghiasi dindingnya dan 1 pintu masuk. Di dinding terpasang poster-poster tentang kesehatan, gue sendiri enggak tau apa fungsinya. Di dalamnya ada 2 tempat tidur yang mirip di bangsal-bangsal rumah sakit, dan ada 1 meja beserta 1 lemari yang berisikan obat-obatan.
Di UKS ini biasanya cewek-cewek ganti baju setelah pelajaran olah raga, karena gue penasaran dengan apa yang dilakukan Rengga, akhirnya gue samperin dia.
“Ngga, ngapain lo?!”, kata gue.
“SSSTTTT! Diem bapuk! Jangan keras-keras!”, jawab Rengga.
“Sini deh! Gue ajarin jadi lelaki dewasa seutuhnya”, lanjutnya dengan nada sok bijaksana macam dokter boyke yang belum akil baligh.
Gue yang masih polos pun menuruti perintah Rengga. Gue jalan nyamperin dia, dan ikut berdiri di depan jendela UKS sekolah.
Rengga ini temen sebangku gue yang freak abis. Anaknya dewasa sebelum waktunya. Pernah gue liat dia bawa majalah “Lipstik” yang gambar cewek di cover-nya bikin berdiri si otong, atau pernah juga dia sengaja mengibaskan rok cewek-cewek ke atas demi melihat warna underwear-nya. Ya, Rengga ini gila memang. Gue yakin dia bakal jadi orang sukses kalau mau kerja di JAV (Japan Adult Video).
Gue yang sudah mengambil posisi siap siaga di sebelah Rengga pun ikut mengintip ke dalam UKS. Kebetulan banget gorden UKS terbuka sedikit sehingga gue bisa lihat ke dalam dengan leluasa. Gue bener-bener kaget, si Rengga ini ternyata lagi ngintipin cewek-cewek kelas gue ganti baju. Baru pertama ini gue ngelakuin hal yang memalukan ini.
“Asik kan? He he he”, kata Rengga sambil berbisik.
“Errrrr…”, gue speechless tapi sedikit menikmati.
Yah, namanya juga anak kecil, pasti apa-apa pingin cobain. Karena sudah terlanjur basah ngintip cewek-cewek ganti baju, akhirnya gue mengambil keputusan untuk mencari Hera. Ya, cewek yang gue suka itu. Jujur gue belum punya nafsu sama cewek, jadi liat mereka pakai kaos dalem dan underwear ngga bikin gue ngerasa gimana-gimana.
Di sudut ruangan dekat meja akhirnya gue temukan Hera yang sedang mengancingkan bajunya. Gue liatin Hera dari kepala sampai kaki, gue liatin baik-baik. Akhirnya gue mengambil kesimpulan kalau gue normal, ya normal karena Hera beneran cewek. Dari mana gue tau??? waktu itu gue berpikir kalau cowok dengan lari secepat itu pasti betisnya sebesar kentongan maling. Waktu gue liat hera, betisnya normal untuk ukuran cewek, ramping dan bersih. Tangannya juga enggak berotot kaya Ade Rai, yang gue liat dia memang beneran seorang cewek tulen.
“Alhamdulillah”, kata gue dalam hati saat itu.
“AAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!”, belum sempat lamunan gue hilang tiba-tiba aja ada suara teriakan cewek.
Ya, guys, Hera ngeliat gue lagi ngintip lewat jendela. Gue bengong, kaget, dan mematung tanpa bisa berkata-kata. Seiring dengan teriakan Hera, cewek-cewek lain juga mulai ikut berteriak.
“AAAAAAAAAA!!!!!”
“DOYCABUL!!!”
“DOY NGINTIP!!!”
“KYAAAAAAAA!!!”
“JANGAN OM! JANGAN!”
“KERAMASI AKU MAS! KERAMASI AKU DENGAN CINTAMU!!!”
“NIKAHI AKU OM! NIKAHI AKU SEKARANG!”
Saya prihatin.
Mendengar teriakan-teriakan itu gue jadi panik, gue liat ke sebelah, ternyata Rengga udah kabur duluan. Kampret si Rengga. Akhirnya dengan terburu-buru gue turun dari pijakan gue. Tapi sebelum gue lari, gue udah di cegat sama guru Agama yang kebetulan lewat dan mendengar teriakan cewek-cewek dari dalam UKS. Alhasil telinga gue dijewer sampai merah dan di bawa ke kantor guru untuk di interogasi seperti om-om pelaku pencabulan pada anak di bawah umur.


---------------------------


Gue yang masih polos, gue yang masih unyu, dan gue yang masih imut akhirnya harus menanggung beban sosial atas tindakan gue (dan Rengga, harusnya). Gue malu, gue dipandang sinis oleh temen-temen cewek, gue di ketawain sama temen-temen cowok, termasuk Rengga. Gue dapat sebutan baru di sekolah, yaitu mesum.
Lebih parahnya lagi, besoknya Hera berubah jadi sinis ke gue, belum lagi mata gue jadi bintitan gara-gara ngintipin cewek-cewek ganti. Lengkap sudah penderitaan gue. Ya, ini memang tentang cinta pertama, dimana hati gue terketuk oleh cewek yang sempurna. Tapi ini juga patah hati yang pertama kali gue rasa, dimana hati gue dihempaskan seorang cewek sebelum gue menyatakan apa-apa.
Anti klimaks...
Buat gue saat ini, cinta pertama itu memalukan jendral!

to be continue...

5 comments:

  1. Eh nyasar diblog yang tulisannya keren gini...salam kenal ya..

    ReplyDelete
  2. doy... lu org mana si? kreatip bgt bikin cerita...:D

    ReplyDelete
  3. Kampretlah. Endingnya nyesek :p

    ReplyDelete
  4. Hahaha..
    Cinta pertama yang mengesankan

    ReplyDelete
  5. haha cinta pertama apa pengalaman memalukan pertama kak?
    Tapi ceritamu mengesankan juga

    ReplyDelete