Tuesday, December 4, 2012

Sahabat

taken from google.com



Mira dan Siska adalah dua sahabat yang selalu bersama. Kemanapun mereka pergi pasti selalu berdua, mereka tak pernah terpisahkan. Mereka mempunyai latar belakang keluarga berbeda, Siska adalah anak yatim piatu dan Mira adalah anak orang kaya pengusaha property. Siska di biayai oleh pamannya yang berada di luar kota untuk bersekolah dan kos di Jakarta.

Mira dan Siska merupakan murid SMA Negeri ternama di Jakarta. Mereka duduk di bangku kelas XI IA (Ilmu Alam). Banyak yang mengira bahwa Siska mendekati Mira hanya karena memanfaatkannya saja. Siska dianggap numpang eksis dan memanfaatkan kekayaan Mira saja selama ini. Beberapa orang menganggap seperti itu karena memang Siska lebih cantik ketimbang Mira. Banyak wanita yang iri terhadapnya. Selain cantik, Siska merupakan juara kelas karena kepintarannya.

Dengan hal-hal tersebut Mira tidak pernah merasa terganggu karena dirinya sudah tau bagaimana Siska sedalam-dalamnya, itu karena mereka sudah bersahabat lama dan selama ini tak pernah ada masalah diantara mereka berdua. Apa lagi yang orang-orang tuduhkan pada Siska.


------------------------------------


Suatu hari, Siska pergi kerumah Mira untuk belajar bersama. Ini adalah kegiatan rutin mereka berdua karena Siska adalah anak terpandai di kelas dan dia ingin membagi kepintarannya itu pada sahabat karibnya Mira.
Hari itu hari Jumat, jam 14.00 Siska tiba di rumah Mira di daerah Kayu Putih.

“Eh, non Siska, mari masuk”, kata Sari, pembantu Mira yang masih muda.

“Mira nya ada, mbak?”, tanya Siska

“Belum pulang non, silahkan non Siska tunggu saja di kamarnya dulu. Biar saya siapkan minum”

“Baik, mbak. Terimakasih”

Siska pun berjalan menuju kamar Mira yang terletak di lantai dua. Siska duduk di meja belajar sambil membaca majalah Cosmopolitan milik Mira. Tidak beberapa lama kemudian, Mbak Sari datang mengantarkan minuman kepada Siska,

“Permisin non. Mau ditaruh dimana minumnya?”

“Emm, di atas rak itu saja, mbak” jawab Siska sambil menunjuk rak yang terletak di dekat meja belajar Mira. Tapi, tanpa disengaja mbak sari terpeleset dan menjatuhkan beberapa perabotan di atas rak Mira, tiba-tiba…

PRAAAANKKKK !!!

Sebuah gelas antik terjatuh dan pecah dilantai.

“Astaga! Mbak enggak kenapa-kenapa, kan?”, kata Siska.

“Aduh! Saya enggak kenapa-kenapa non, tapi ini gelas yang pecah.. aduh, gimana ya…”, mbak Sari terlihat panik.

Ya, gelas antik itu adalah satu-satunya barang peninggalan mama Mira yang telah meninggal saat umurnya masih 6 tahun karena sakit. Sejak hari itu hanya gelas antik itu saja pemberian ulang tahun ke-5 bagi Mira yang sangat berarti dan sekarang gelas itu pecah karena keteledoran Mbak Sari.

“Aduh gimana ya, Mbak? Mira kan benar-benar cinta sekali dengan gelas ini, bisa-bisa dia…”

“BRRRUUUUUMMMMM!!!”

Belum sempat Siska selesai berbicara, tiba-tiba suara mobil Mira terdengar di luar gerbang. Mira sudah tiba di rumahnya.

“Aduh! Non Mira datang! Gimana ini, non??? Bisa-bisa dia pecat saya…”, kata Mbak Sari panik.

Karena merasa kasihan dengan mbak Sari yang memang kesusahan ekonomi untuk menghidupi keluarganya, Siska pun mengambil langkah yang gila.

“Ya sudah, mbak Sari turun saja, sambut Mira. Saya yang bertanggung jawab dengan gelas ini, mbak Sari silahkan turun dan tak usah bicara apa-apa pada Mira”

“Ta-tapi non…”

“Sudah cepat sana turun”, kata Siska sambil mendorong mbak Sari keluar kamar.

Dengan berat hati mbak Sari turun kebawah dan menyambut Mira yang datang. Siska dikamar membereskan serpihan gelas yang pecah itu. Dia menyapu dan mngumpulkan jadi satu, tiba-tiba…

“ADA APA INI! APA YANG KAMU LAKUKAN!!!”, Mira telah berdiri didepan kamar dan tampak terkejut dengan apa yang dilihatnya.

“KENAPA KAMU PECAHKAN GELAS ITU, SIS! KAMU ITU SAHABAT AKU! KENAPA KAMU CEROBOH! ITU PENINGGALAN IBUKU YANG TERAKHIR!!!”

Tampak wajah Mira sangat tengang. Matanya memicing dengan kebencian, nafasnya tidak beraturan, air matanya sudah membayang dan siap menetes keluar dari matanya yang memerah. Saat ini amarah mendalam telah menguasai tubuh Mira.

“Mira, maaf…”

“AKU NGGAK BUTUH ALASANMU!!! CEPAT PERGI DARI RUMAHKU! SEKARANG !!!”

Mira benar-benar murka saat itu, dia menangis dan berlutut dilantai. Siska pun melangkah pergi dari rumah Mira, dia benar-benar tidak bisa menceritakan kejadian sesungguhnya dan di bawah mbak Sari pun tampak menangis melihat pengorbanan Siska. Mbak Sari memeluk Siska sambil meminta maaf, Siska menangis namun tetap memohon pada mbak Sari agar tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

Sejak saat itu mereka berdua tak lagi saling menyapa didalam maupun diluar sekolah.


------------------------------------


Siska memberanikan diri untuk datang kerumah Mira, dia ingin meminta maaf dan berbaikan dengan Mira. Mbak Sari kembali membukakan pintu, dia tampak sedih melihat Siska.

“Non, maafkan saya. Karena ulah saya non Siska jadi di musuhi begini”, kata mbak Sari.

“Sudahlah mbak, tak perlu dipikirkan. Ngomong-ngomong, Mira ada kan?”

“Sebentar ya, non. Saya panggilkan”

Dari raut wajahnya mbak Sari tampak sangat sedih karena hubungan dua sahabat itu telah rusak karena dirinyaa. Mira pun terlihat menuruni anak tangga dan berjalan menuju pintu depan.

“MAU APA KAMU DATANG KERUMAHKU LAGI!!!”, tiba-tiba Mira langsung marah melihat kedatangan Siska.

“Mira, aku enggak mau hubungan kita jadi seperti ini. Bisakah kita berbicara baik-baik?”, tanya Siska.

“CUKUP! Enggak ada yang perlu dibicarakan lagi! KAMU TEGA! INI YANG KAMU SEBUT SAHABAT??? kamu tidak bisa menjaga apa yang aku cinta! sekarang aku sadar, memang kamu selama ini MEMANFAATKANKU SAJA! benar kata orang! KAMU MURAHAN!”, dengan lantang Mira berkata kasar.

“MIRA!!! CUKUP!!!”, Siska tampak tidak terima.

“SILAHKAN PERGI CEWEK MURAHAN !”, bentak Mira

Dengan tangisan dan sakit hati yang mendalam, Siska pun pergi meninggalkan rumah Mira.


-------------------------------


Beberapa hari kemudian Mira tidak muncul di sekolah. Ada kabar bahwa dia sedang sakit. Memang Mira mengidap sakit ginjal dan belakangan bertambah parah. Seminggu lamanya Mira tak pernah muncul lagi di sekolah, Siska pun tampak khawatir. Sekali lagi dia kerumah Mira untuk memastikan keadaan Mira. Bagaimanapun kelakuan Mira padanya, ia tak pernah melupakan sahabatnya.

Sesampainya di rumah Mira, mbak Sari tampak sedih dan menceritakan semuanya. Mira mengalami gagal ginjal dan perlu donor ginjal. Parahnya sang Ayah ternyata telah mendonorkan ginjalnya untuk Ibu Mira yang sudah meninggal dunia lebih dulu.

Siska pun bergegas menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tempat Mira dirawat. Siska melihat Ayah Mira tertunduk lesu didalam kamar. Mira tertidur di kasur dan tampak sangat pucat, wajahnya benar-benar sangat lemah.

“Om, bagaimana keadaan Mira?”, tanya Siska sambil menghampiri mereka berdua.

“Dia benar-benar membutuhkan donor ginjal, nak. Om bingung karena sulit untuk mencari ginjal yang cocok”, kata ayah Mira.

“Bagaimana dengan ginjal saya, Om?”, kata Siska.

“Hah? Ginjal kamu? Bagaimana mungkin? Tapi kamu masih muda dan akan sangat berat hidup dengan 1 ginjal kedepannya”, kata ayah Mira.

“Sudah kita coba tes dulu saja, Om. Masih banyak kemungkinan. Tidak ada yang tidak mungkin sebelum kita coba, saya ikhlas memberikan ginjal saya untuk sahabat saya Mira”

Walaupun ayah Mira tampak tidak setuju, tapi Siska tetap memaksa untuk tes kecocokan ginjalnya. Dengan segala keajaiban dari Tuhan, ternyata ginjal Siska cocok untuk Mira. Operasi donor ginjal pun berhasil dilakukan. Atas permintaan Siska, Ayah Mira tidak memberitahu siapa yang mendonorkan ginjal pada Mira.


------------------------------------


Hari-hari pun berjalan seperti biasanya, Mira kembali sekolah dan Siska tetap beraktifitas seperti biasa. Mereka berdua masih tidak saling menyapa karena Mira begitu membenci Siska.

Lama kelamaan kondisi tubuh Siska pun kurang membaik, dia lebih mudah lelah dan sakit-sakitan. Efek dari donor ginjalnya pada Mira mulai dirasakan. Suatu hari saat kondisi badan Siska kurang baik, dia berjalan pulang kerumahnya.

Dalam keadaan yang cukup lemah itu dia memaksakan diri untuk berjalan pulang tanpa minta orang lain untuk mengantarnya, dia pun menyeberang jalan dan…

BRAKKK!!!

Siska tertabrak mobil. Dalam keadaan setengah sadar karena sangat lelah, Siska memaksakan diri menyebrang tanpa melihat dibelakangnya sedang ada mobil berjalan dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Dia terpental 2-3 meter dan tampak darah segar menetes dari kepala, hidung dan mulutnya.

Orang-orang berkumpul dan berusaha menolongnya. Siska masih hidup dengan keadaan yang sangat kritis, dia tampak tidak sadarkan diri. Si penabrak tadi terkejut dan dia menangis histeris. Si penabrak itu adalah sahabatnya sendiri, ya, itu Mira.

Beberapa menit kemudian, Siska dilarikan kerumah sakit dengan mobil Mira. Ayah Mira menyusul menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Siska langsung di operasi. Mira dan ayahnya menanti didepan ruang operasi, Mira menangis di pelukan ayahnya.

“Ayah… kenapa semua ini terjadi!”, Mira menangis dan menyesal dengan kejadian yang dialaminya.

“Sudah nak! Kita doakan saja Siska bisa bertahan!”, kata Ayah Mira.

Lima jam kemudian lampu ruang operasi padam yang menandakan operasi telah usai. Mira dan ayahnya berdiri, mereka menunggu dokter keluar dari ruangan operasi. Tak lama kemudian, dokter berjalan keluar dari dalam ruang operasi sambil membuka maskernya.

“Maaf dik, maaf Bapak. Dengan sangat menyesal, Siska tidak bisa kami selamatkan lagi. Dia mengalami pendarahan yang cukup parah pada organ dalamnya. Tulang rusuk menusuk paru-paru dan limpanya. Belum lagi dia hanya memiliki satu ginjal yang tidak mampu menahan ketahanan tubuhnya lebih lama lagi. Maaf, saya sungguh menyesal”, kata dokter itu.

“Satu Ginjal??? Ja-jadi, jadi yang mendonorkan ginjal padaku itu…!”, Mira menatap ayahnya.

Ayah Mira hanya bisa menunduk dan menangis sambil memegang pundak Mira yang tampak sangat terpukul. Dengan tangisan yang sangat keras dan histeris Mira hanya mampu bersimpuh di lantai rumah sakit itu.


------------------------------


Setelah pemakaman Siska, Mira menemukan sepucuk surat dari balik buku diary Siska yang tertinggal di tas sekolahnya. Ya, tas sekolah yang dibawa Siska saat tertabrak di perjalanan pulang. Sejak saat itu Mira menyesal seumur hidupnya dan belajar apa itu arti persahabatan serta kehilangan yang sesungguhnya.



taken from google.com



Dear Mira Diandra Asmasoebrata,
Sahabatku yang paling cantik,

Entah kenapa aku menuliskan surat ini disaat hujan turun, entah ada firasat apa yang membuat aku menuliskan surat ini untukmu. Mungkin… ya, walaupun memang hanya Tuhan yang tau, tapi aku juga bisa merasakan bahwa tubuhku ini semakin lemah. Mungkin umurku tidak akan panjang lagi.
By the way, aku mau minta maaf atas kejadian dikamar, maaf kalau gelas itu pecah. Sebenarnya yang memecahkan gelas itu mbak Sari, tapi aku tidak bisa membiarkannya menanggung kesalahan seutuhnya, karena aku yang menyuruh dia untuk menaruh gelas minumku di dekat gelas antik ibumu itu,
yah… walaupun mungkin maafku ini tidak berguna untukmu dan tidak bisa mengembalikan gelas itu. Aku hanya tidak ingin mbak Sari di pecat, dia butuh uang untuk menyekolahkan anak-anaknya di desa. Aku sebagai orang kecil tahu bagaimana rasanya dan aku tidak mau mbak Sari merasa kesusahan, karena dia orang yang sangat baik, hehehe…
Hmmm, mungkin (walaupun aku bukan paranormal), suatu hari nanti saat kamu membaca surat ini, mungkin saat itu aku sudah tidak ada di dunia yang indah ini lagi. Biarkan surat ini ada didalam diary ku dan nantinya kamu akan membacanya.
Sekali lagi maafkan aku, kalau memang aku sudah tidak ada di dunia ini lagi, jangan bersedih karena aku ada di dalam dirimu selamanya. Aku telah menitipkan asa ku untuk hidup beserta segala mimpiku bersama tubuhmu.
Hmmm, tetap semangat ya Mira sayang, jalani hidupmu dan jadilah yang terbaik untuk orang-orang yang menyayangimu. Kamu sahabat terbaikku.

Salam sayang dari sahabatmu,

Siska Novalia Febrina

No comments:

Post a Comment